Membedah Arti Nama Klub Motor Belasting Rijder Ditjen Pajak yang Bikin Sri Mulyani Murka

Minggu, 26 Februari 2023 - 20:48 WIB
loading...
Membedah Arti Nama Klub Motor Belasting Rijder Ditjen Pajak yang Bikin Sri Mulyani Murka
Menteri Keuangan Sri Mulyani meminta klub motor gede Belasting Rijder DJP (inset) dibubarkan. Foto/SINDONEWScom.
A A A
JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani hari ini mengeluarkan instruksi yang mengejutkan kepada Dirjen Pajak Suryo Utomo. Melalui akun Instagram resmi miliknya Sri Mulyani meminta agar Suryo Utomo menjelaskan dan kepada masyarakat mengenai jumlah harta kekayaan yang dia miliki.

Instruksi itu keluar menyusul beredarnya foto Suryo Utomo di berbagai media cetak dan online. Saat itu Suryo Utomo terlihat tengah mengendarai motor gede (moge) bersama klub Blasting Rijder DJP yang menurut Sri Mulyani adalah komunitas pegawai pajak yang menyukai naik motor besar.

Masih dalam instruksi yang sama Sri Mulyani meminta agar klub motor Blasting Rijder DJP itu dibubarkan. Pasalnya hobi dan gaya hidup mengendarai moge akan menimbulkan persepsi negatif masyarakat dan menimbulkan kecurigaan mengenai sumber kekayaan para pegawai Direkrorat Jenderal Pajak (DJP).


"Bahkan apabila Moge tersebut diperoleh dan dibeli dengan uang halal dan gaji resmi, mengendarai dan memamerkan Moge bagi Pejabat/Pegawai Pajak dan Kemenkeu telah melanggar azas kepatutan dan kepantasan publik. Ini mencederai kepercayaan masyarakat," tulis Sri Mulyani, Minggu (26/2/2023).

Perintah Sri Mulyani itu langsung mendapatkan reaksi besar dari netizen. Bahkan ada yang mengungkit pemilihan nama Belasting Rijder yang dianggap tidak peka dan bernada kolonial.

"Yang bikin tambah nyesek adalah penggunaan kata belasting di klub mereka, Bu. Ini kata sangat bernada kolonial sekali. Banyak perlawanan masyarakat zaman Hindia Belanda dulu karena kata ini. Salah satunya Perang Belasting di Kamang, Agam, Sumatera Barat 1908," tulis netizen dengan nama akun Ubegebe1.



Membedah Arti Nama Klub Motor Belasting Rijder Ditjen Pajak yang Bikin Sri Mulyani Murka


Sejatinya Belasting Rijder memang diambil dari bahasa Belanda yang berarti sopir pajak. Jadi kemungkinan besar nama itu diambil karena sejalan dengan hobi para pegawai DJP dalam mengendarai motor.

Hanya saja memang tidak bisa dipungkiri kata Belasting memiliki makna yang sangat negatif buat masyarakat Indonesia terutama di wilayah Sumatera Barat. Dalam buku Perempuan-perempuan Pengukir Sejarah yang ditulis oleh Mulyono Atmosiswartoputra disebutkan Perang Belasting terjadi karena kebijakan pajak (Belasting) yang diterapkan pemerintah Hindia Belanda.

Saat itu pajak yang diterapkan semakin banyak. Mulai dari pajak kepala (hoofd), pemasukan barang (inkomsten), rodi (hedendisten), tanah (landrente), keuntungan (wins), rumah tangga (meubels), penyembelihan (slach), tembakau (tabak), dan pajak rumah adat (huizen).

Pajak yang banyak itu membuat masyarakat Sumatera Barat keberatan. Kemarahan semakin memuncak karena pemerintah Hindia Belanda menggunakan kekuatan militer dalam penarikan pajak tersebut.

Mereka mengirimkan tentara-tentara ke setiap wilayah agar tidak ada orang yang memprotes kebijakan pajak baru tersebut. Parahnya lagi tentara-tentara itu kerap mabuk-mabukan, berjudi, dan memperkosa perempuan.





Dari situlah pada 16 Juni 1908 timbul perlawanan yang dipimpin oleh Siti Manggopoh dan suaminya Rasyid Bagindo. Dalam serangan yang dia pimpin sebanyak 53 dari 55 tentara Hindia Belanda tewas. Padahal saat itu mereka hanya bermodalkan parang.

“Setapak takkan mundur, selangkah takkan kembali,” tulis Mulyono Atmosiswartoputra saat menggambarkan semangat Siti Manggopoh.

Peristiwa tersebut membuat pemerintah Hindia Belanda marah besar. Mereka langsung melakukan serangan balasan ke wilayah Manggopo, Sumatera Barat. Wilayah yang sekarang masuk daerah Kabupaten Agam itu langsung dibumihanguskan.

Warganya juga disiksa agar buka suara soal keberadaan Siti Manggopoh yang memang menjalankan perang gerilya. Tidak tahan melihat saudara-saudaranya terus menderita, Siti Manggopoh akhirnya menyerahkan diri dengan syarat tak ada lagi warga Manggopoh yang disakiti.

Dalam buku Siti Manggopoh yang ditulis Abel Tasman disebutkan Siti Manggopoh akhirnya dipenjara dan suaminya Rasyid Bagindo dibuang ke Manado. Saat persidangan Siti Manggopoh ditanya apakah menyesal karena melawan Belanda. "Saya menyesal karena tidak semua Belanda ada di markas itu terbunuh," ujar Siti Manggopoh.

Kelamnya kata Belasting buat masyarakat Sumatra Barat memang ada alasannya. Jadi wajar saja jika pemilihan kata Belasting sebagai nama klub motor di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sangat tidak peka.
(wsb)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3064 seconds (0.1#10.140)