Jika Berbahaya, Pengamat Sarankan Pejabat Indonesia Jangan Main TikTok

Senin, 27 Juli 2020 - 11:59 WIB
loading...
Jika Berbahaya, Pengamat...
Ilustrasi TikTok. FOTO/ IST
A A A
JAKARTA - Seperti diketahui, TikTok saat ini mendapat tuduhan cukup serius, tidak hanya sebatas pengumpulan data di aplikasinya, tetapi juga dicurigai ada aliran data pengguna ke China. BACA JUGA - Bunuh Ninja ZX-25R, China Datangkan Jagoan Kungfu

Meski begitu, Pratama Persadha, Chairman Lembaga Riset Siber CISSReC, mengaku pihaknya telah melakukan riset dan analisis terhadap aplikasi TikTok. Hasilnya, diketahui aliran data TikTok secara umum tidak ada yang mencurigakan. BACA JUGA - Harta Karun Berceceran, Perairan ASEAN Sampai Indonesia Jadi Incaran

Contohnya, kata dia, alamat ip 161.117.197.194 yang menuju Singapura, lalu 152.199.39.42 menuju Amerika Serikat. Bahkan, saat dites dengan malware analisis yang menggunakan sample dari 58 vendor antivirus, malware juga tidak ditemukan.

“Bila memang mengandung malware, sebenarnya bukan hanya AS yang akan melarang TikTok, tapi Google akan menghapus TikTok dari playstore mereka. Tapi hal ini juga tidak dilakukan Google,” jelas Pratama.

Negara di Eropa melakukan pengawasan data TikTok karena berbagai tuduhan bahwa TikTok digunakan spionase. Tetapi sebenarnya, lanjut Pratama, hal yang sama juga bisa diarahkan ke AS, karena memiliki aturan Foreign Surveillance Act, yang memungkinkan pihak aparat di AS untuk masuk dan mengambil data raksasa teknologi.

“Yang paling masuk akal dilakukan adalah, para pejabat penting dan lingkarannya jangan bermain TikTok, bila memang khawatir,” kata Pratama menyarankan.

“Bila masyarakat mau memakai sebenarnya tidak ada masalah. Namun, bila memang ada kebutuhan para pejabat serta politisi untuk branding diri atau lembaga, sebaiknya menggunakan gawai yang berbeda dari gawai yang sehari-hari digunakan,” imbuhnya.

Pratama menambahkan, TikTok seperti platform internet lainnya tetap menyimpan dan mengolah data pengguna. Hal inilah yang dicurigai oleh AS dan Eropa, bahwa data pengguna serta aplikasi TikTok digunakan untuk mata-mata.

Aplikasi game Pokemon juga pernah mendapat tuduhan serupa. Tetapi tuduhan teesebut juga tidak terbukti. Malah isu-isu besar seperti ini sebenarnya mungkin dimanfaatkan menjadi sarana promosi gratis aplikasi-aplikasi tersebut.

“Sebenarnya layanan Facebook, Google, Instagram, dan semacamnya juga melakukan berbagai pengumpulan data. Misalnya dalam kasus Cambridge Analytica, data pengguna Facebook dipotimasi untuk membuat Donald Trump dan kubu Brexit di Inggris menang dalam pemilihan,” tegasnya.

Pratama menyarankan untuk mengatur pengamanan pengaturan privasi pengguna di masing-masing gawai, lewat fitur pengizinan di setiap aplikasi. Banyak aplikasi yang meminta akses kamera, mikropon, telepon, log, dan lainnya.

“Kebanyakan pengguna meremehkan, menganggap pesan tersebut hanya informasi saja padahal sangat penting,” tandasnya.
(wbs)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.4216 seconds (0.1#10.140)