Lebih Murah dari Lithium-ion, Baterai Sodium-ion Bakal Jadi Masa Depan Kendaraan Listrik?
loading...
A
A
A
CHINA - Baterai jenis baru sodium-ion diperkirakan bakal jadi masa depan mobil listrik, menggantikan lithium-ion yang lebih mahal. CEO Tesla Elon Musk mengatakan bahwa Tesla akan memakai baterai baru lithium iron phosphate untuk model termurah ( short-range ). Tujuannya, agar harga mobil bisa lebih murah.
Ini karena baterai adalah komponen termahal dari kendaraan listrik. Harga baterai bisa mencapai 40 persen dari total semua komponen mobil listrik.
Wajar, jika kemudian produsen kendaraan listrik (EV) China BYD dan Huaihai Holding Group membuat gebrakan baru. Kedua perusahaan itu akan mulai memproduksi baterai sodium-ion secara masal. Mereka ingin menciptakan kebutuhan baterai baru yang lebih murah dibanding lithium-ion.
Anak perusahaan BYD, FinDreams, baru saja menandatangani perjanjian dengan Huaihai pada Juni silam untuk membangun lokasi produksi baterai natrium-ion di China.
Kedua perusahaan ingin "bersama-sama menciptakan pemasok sistem baterai sodium-ion terbesar di dunia untuk kendaraan listrik mikro," tulis keterangan resmi mereka.
Kemitraan kedua perusahaan menandai perkembangan penting akan baterai sodium-ion di China, dan mungkin kedepannya skala global. Mereka berupaya menantang dominasi baterai lithium-ion yang digunakan di sebagian besar EV/kendaraan listrik saat ini.
BYD (Build Your Dreams) sendiri merupakan perusahaan terbesar kedua setelah Tesla dalam penjualan EV di seluruh dunia dan juga di antara produsen baterai teratas, menurut Electrek.
Huaihai sendiri merupakan produsen EV kecil terkemuka mulai dari skuter hingga mobil.
Menurut CnEVPost, usaha patungan baru ini merupakan pertama kalinya BYD bergerak maju dengan memproduksi baterai sodium-ion.
Baterai Sodium-ion Lebih Murah dan Lebih Ramah Lingkungan
Bukan tanpa alasan mengapa sodium-ion disebut sebagai baterai yang akan berdampak besar terhadap industri kendaraan listrik. Sodium-ion memiliki 2 keunggulan yang tidak dimiliki lithium-ion: 1. Harganya lebih murah. 2. Pengolahannya lebih ramah lingkungan.
Memang, secara fungsi, baterai litihium-ion lebih unggul. Baterai lithium EV saat ini disukai karena kepadatan energinya yang tinggi. Baterai ini bisa menyimpan lebih banyak daya per pon.
Namun lithium murni sangat mahal. Juga, tunduk pada fluktuasi pasokan dan harga. Artinya, harganya naik turun tidak pasti. Ini bisa jadi masalah untuk rantai produksi.
Selain itu, meski dampak ekstraksi litium jauh lebih rendah daripada minyak dan gas, penambangan litium juga memiliki dampak besar terhadap lingkungan.
Sebaliknya, baterai sodium-ion lebih murah dibanding lithium dan tersedia secara luas. Baterai sodium tidak memiliki kepadatan energi seperti baterai lithium. Namun, baterai ini tetap bisa bekerja lebih baik dalam suhu dingin dan kemungkinan dapat menangani lebih banyak siklus pengisian/pengosongan, menurut CleanTechnica.
Ditambah lagi, pengolahan sodium untuk baterai berpotensi lebih ramah lingkungan. Meski, hal ini masih terus dikembangkan. Beberapa perusahaan telah mulai berinvestasi dalam baterai sodium-ion, termasuk CATL saingan BYD. CATL telah mengumumkan bahwa baterai sodium-ionnya akan digunakan dalam model baru produsen mobil Chery, lapor CnEVPost.
Sementara kolaborasi BYD/Huaihai masih dalam tahap awal dan terbatas pada EV yang lebih kecil, pengamat mengakui keunggulan teknologi tersebut.
“Sodium akan menjadi baterai masa depan,” tulis seorang komentator Electrek. “Ini bisa menjadi pengubah industri kendaraan listrik,” tulis yang lain.
CnEVPosting mengatakan bahkan ada laporan yang menyebut bahwa BYD akhirnya berencana menggunakan baterai natrium-ion dalam Seagull EV yang sangat terjangkau, dirilis tahun ini — hanya di China — dengan harga awal sekitar USD11.000 (Rp165 juta).
Karena baterai sodium-ion lebih murah, maka harga kendaraan listrik pun bisa dipangkas menjadi lebihterjangkau.
Ini karena baterai adalah komponen termahal dari kendaraan listrik. Harga baterai bisa mencapai 40 persen dari total semua komponen mobil listrik.
Wajar, jika kemudian produsen kendaraan listrik (EV) China BYD dan Huaihai Holding Group membuat gebrakan baru. Kedua perusahaan itu akan mulai memproduksi baterai sodium-ion secara masal. Mereka ingin menciptakan kebutuhan baterai baru yang lebih murah dibanding lithium-ion.
Anak perusahaan BYD, FinDreams, baru saja menandatangani perjanjian dengan Huaihai pada Juni silam untuk membangun lokasi produksi baterai natrium-ion di China.
Kedua perusahaan ingin "bersama-sama menciptakan pemasok sistem baterai sodium-ion terbesar di dunia untuk kendaraan listrik mikro," tulis keterangan resmi mereka.
Kemitraan kedua perusahaan menandai perkembangan penting akan baterai sodium-ion di China, dan mungkin kedepannya skala global. Mereka berupaya menantang dominasi baterai lithium-ion yang digunakan di sebagian besar EV/kendaraan listrik saat ini.
BYD (Build Your Dreams) sendiri merupakan perusahaan terbesar kedua setelah Tesla dalam penjualan EV di seluruh dunia dan juga di antara produsen baterai teratas, menurut Electrek.
Huaihai sendiri merupakan produsen EV kecil terkemuka mulai dari skuter hingga mobil.
Menurut CnEVPost, usaha patungan baru ini merupakan pertama kalinya BYD bergerak maju dengan memproduksi baterai sodium-ion.
Baterai Sodium-ion Lebih Murah dan Lebih Ramah Lingkungan
Bukan tanpa alasan mengapa sodium-ion disebut sebagai baterai yang akan berdampak besar terhadap industri kendaraan listrik. Sodium-ion memiliki 2 keunggulan yang tidak dimiliki lithium-ion: 1. Harganya lebih murah. 2. Pengolahannya lebih ramah lingkungan. Memang, secara fungsi, baterai litihium-ion lebih unggul. Baterai lithium EV saat ini disukai karena kepadatan energinya yang tinggi. Baterai ini bisa menyimpan lebih banyak daya per pon.
Namun lithium murni sangat mahal. Juga, tunduk pada fluktuasi pasokan dan harga. Artinya, harganya naik turun tidak pasti. Ini bisa jadi masalah untuk rantai produksi.
Selain itu, meski dampak ekstraksi litium jauh lebih rendah daripada minyak dan gas, penambangan litium juga memiliki dampak besar terhadap lingkungan.
Sebaliknya, baterai sodium-ion lebih murah dibanding lithium dan tersedia secara luas. Baterai sodium tidak memiliki kepadatan energi seperti baterai lithium. Namun, baterai ini tetap bisa bekerja lebih baik dalam suhu dingin dan kemungkinan dapat menangani lebih banyak siklus pengisian/pengosongan, menurut CleanTechnica.
Ditambah lagi, pengolahan sodium untuk baterai berpotensi lebih ramah lingkungan. Meski, hal ini masih terus dikembangkan. Beberapa perusahaan telah mulai berinvestasi dalam baterai sodium-ion, termasuk CATL saingan BYD. CATL telah mengumumkan bahwa baterai sodium-ionnya akan digunakan dalam model baru produsen mobil Chery, lapor CnEVPost.
Sementara kolaborasi BYD/Huaihai masih dalam tahap awal dan terbatas pada EV yang lebih kecil, pengamat mengakui keunggulan teknologi tersebut.
“Sodium akan menjadi baterai masa depan,” tulis seorang komentator Electrek. “Ini bisa menjadi pengubah industri kendaraan listrik,” tulis yang lain.
CnEVPosting mengatakan bahkan ada laporan yang menyebut bahwa BYD akhirnya berencana menggunakan baterai natrium-ion dalam Seagull EV yang sangat terjangkau, dirilis tahun ini — hanya di China — dengan harga awal sekitar USD11.000 (Rp165 juta).
Karena baterai sodium-ion lebih murah, maka harga kendaraan listrik pun bisa dipangkas menjadi lebihterjangkau.
(dan)