9 Mitos Mobil Listrik Kini Terjawab Sudah, Masih Ragu?
loading...
A
A
A
JAKARTA - Masyarakat global saat ini sedang dihadapkan pada masalah perubahan iklim yang ditandai dengan suhu bumi yang terus naik dari tahun ke tahun. Kondisi ini berdampak serius, seperti kekeringan, yang dapat mengancam keberlangsungan hidup manusia dan segenap penghuni bumi.
Banyak faktor yang menjadi penyebab terjadinya perubahan iklim ekstrim, antara lain aktivitas industri, sampah dengan berbagai jenisnya yang tidak terkelola dengan baik, hingga penggunaan mobil berbahan bakar fosil yang meninggalkan jejak emisi karbon. Dari ketiga penyebab tersebut, penggunaan bahan bakar fosil pada kendaraan berkontribusi paling besar.
Kabar baiknya, hal tersebut makin mendongkrak kesadaran masyarakat global untuk menggunakan kendaraan listrik yang ramah lingkungan dan dapat menekan jejak emisi karbon. Namun secara bersamaan masih beredar mitos seputar kendaraan listrik yang membuka peluang pada turunnya tingkat kepercayaan masyarakat lokal terhadap mobil listrik.
Berikut ini sembilan mitos di sekitar kendaraan listrik dan jawaban atau penjelasan untuk menangkis mitos tersebut.
1. Jarak Tempuh Tidak Bisa Jauh
Ini mitos yang melekat pada kendaraan listrik. Faktanya, jarak tempuh mobil listrik tergantung pada kapasitas baterai. Apabila baterai terisi penuh, mobil listrik pun bisa menempuh jarak jauh. Saat ini untuk sekali pengisian daya, mobil listrik dapat melaju dengan jangkauan jarak antara 300 hingga 500 km.
Contohnya BZ4X BEV, karena baterai Toyota BEV dirancang dengan keamanan dan masa pakai yang panjang, sesuai standar Toyota yang telah menjamin kualitasnya di dunia. Dengan garansi pada setiap komponen dan khusus untuk baterai selama 8 tahun/160.000 km, Toyota memberikan ketenangan pikiran seutuhnya.
Jangan lupa, bagi pengendara mobil Toyota, Toyota menyediakan Privilege Charging Spot gratis di area publik seperti parkir mal, termasuk Privilege Parking Spots untuk pemilik HEV, PHEV, dan BEV Toyota.
2. Kendaraan Listrik Tidak Menyenangkan Dikendarai
Ini juga mitos yang berkembang liar bahwa kendaraan listrik tidak menyenangkan dikendarai. Namun hal itu ditepis oleh pihak pabrikan mobil listrik EV. Pada kenyataanya sudah banyak pabrikan mobil yang mengeluarkan mobil dengan tenaga maksimal dan tetap menyenangkan dikendarai, mobil listrik Lexus UX 300e misalnya, memiliki daya jelajah 450 km.
Jadi terjawab sudah, faktanya, kendaraan listrik bisa sama menyenangkan dengan kendaraan konvensional. Bahkan akselerasi kendaraan listrik berbasis baterai (Battery EV) sangat instan dari rpm 0. Bedanya bila kendaraan konvensional dipengaruhi oleh torsi yang dihasilkan dari gerakan dorongan yang terjadi antara piston dan poros engkol, sedangkan pada kendaraan listrik tidak. Jadi faktanya sama sekali tidak mengurangi kemampuan akselerasi yang prima kendaraan listrik sehingga tetap menyenangkan.
3. Tidak Ramah Lingkungan
Ini jelas mitos yang menyesatkan, karena bila Anda menggunakan jenis listrik terbarukan, seperti tenaga surya, maka tidak ada emisi karbon dioksida (CO2) yang dikeluarkan dalam proses produksi sumber tenaga listrik. Memang untuk negara-negara yang sebagian besar listriknya berasal dari sumber intensif CO2 seperti batu bara dan gas, termasuk Indonesia, sumber tenaga listrik tetap mengeluarkan emisi CO2.
Banyak faktor yang menjadi penyebab terjadinya perubahan iklim ekstrim, antara lain aktivitas industri, sampah dengan berbagai jenisnya yang tidak terkelola dengan baik, hingga penggunaan mobil berbahan bakar fosil yang meninggalkan jejak emisi karbon. Dari ketiga penyebab tersebut, penggunaan bahan bakar fosil pada kendaraan berkontribusi paling besar.
Kabar baiknya, hal tersebut makin mendongkrak kesadaran masyarakat global untuk menggunakan kendaraan listrik yang ramah lingkungan dan dapat menekan jejak emisi karbon. Namun secara bersamaan masih beredar mitos seputar kendaraan listrik yang membuka peluang pada turunnya tingkat kepercayaan masyarakat lokal terhadap mobil listrik.
Berikut ini sembilan mitos di sekitar kendaraan listrik dan jawaban atau penjelasan untuk menangkis mitos tersebut.
1. Jarak Tempuh Tidak Bisa Jauh
Ini mitos yang melekat pada kendaraan listrik. Faktanya, jarak tempuh mobil listrik tergantung pada kapasitas baterai. Apabila baterai terisi penuh, mobil listrik pun bisa menempuh jarak jauh. Saat ini untuk sekali pengisian daya, mobil listrik dapat melaju dengan jangkauan jarak antara 300 hingga 500 km.
Contohnya BZ4X BEV, karena baterai Toyota BEV dirancang dengan keamanan dan masa pakai yang panjang, sesuai standar Toyota yang telah menjamin kualitasnya di dunia. Dengan garansi pada setiap komponen dan khusus untuk baterai selama 8 tahun/160.000 km, Toyota memberikan ketenangan pikiran seutuhnya.
Jangan lupa, bagi pengendara mobil Toyota, Toyota menyediakan Privilege Charging Spot gratis di area publik seperti parkir mal, termasuk Privilege Parking Spots untuk pemilik HEV, PHEV, dan BEV Toyota.
2. Kendaraan Listrik Tidak Menyenangkan Dikendarai
Ini juga mitos yang berkembang liar bahwa kendaraan listrik tidak menyenangkan dikendarai. Namun hal itu ditepis oleh pihak pabrikan mobil listrik EV. Pada kenyataanya sudah banyak pabrikan mobil yang mengeluarkan mobil dengan tenaga maksimal dan tetap menyenangkan dikendarai, mobil listrik Lexus UX 300e misalnya, memiliki daya jelajah 450 km.
Jadi terjawab sudah, faktanya, kendaraan listrik bisa sama menyenangkan dengan kendaraan konvensional. Bahkan akselerasi kendaraan listrik berbasis baterai (Battery EV) sangat instan dari rpm 0. Bedanya bila kendaraan konvensional dipengaruhi oleh torsi yang dihasilkan dari gerakan dorongan yang terjadi antara piston dan poros engkol, sedangkan pada kendaraan listrik tidak. Jadi faktanya sama sekali tidak mengurangi kemampuan akselerasi yang prima kendaraan listrik sehingga tetap menyenangkan.
3. Tidak Ramah Lingkungan
Ini jelas mitos yang menyesatkan, karena bila Anda menggunakan jenis listrik terbarukan, seperti tenaga surya, maka tidak ada emisi karbon dioksida (CO2) yang dikeluarkan dalam proses produksi sumber tenaga listrik. Memang untuk negara-negara yang sebagian besar listriknya berasal dari sumber intensif CO2 seperti batu bara dan gas, termasuk Indonesia, sumber tenaga listrik tetap mengeluarkan emisi CO2.