Mengemudikan Bus Tanpa Karoseri, Rasanya Seperti Nyetir Gokart Raksasa!
loading...
A
A
A
JAKARTA - Setidaknya Anda pernah minimal sekali melihat ini: bus single seater tanpa karoseri di jalan. Pengemudinya, acap menggunakan jaket, juga helm. Tapi, pernahkah terpikir, bagaimana ya rasanya mengemudikan bus tanpa atap (hanya sasisnya) seperti itu? BACA JUGA :Ini Perbandingan Honda HR-V Lama vs Honda HR-V 2021, Bedanya Bikin Melongo!
Menurut pengalaman Jemmy Firdaus, mengendarai chassis bus seperti itu rasanya seperti mengendarai gokart raksasa. ”Kita menggunakan jaket dan helm untuk mengendari mobil tanpa bodi. Rasanya memang aneh sekali,” ujar pria yang sudah 11 tahun menjadi pengemudi bus itu.
Jemmy mengatakan, dengan kondisi tanpa atap dan bodi mobil itu, ia merasakan torsi dan tenaga berlebih. ”Andai saja treknya berupa sirkuit, mungkin saya tidak akan bosan melahap ratusan putaran dengan kecepatan tinggi,” ujarnya.
Pengemudi wajib mengenakan helm, sabuk pengaman, serta kecepatan dibawah 60 km per jam. Foto: dok. Busnesia.
Namun, karena mengendarainya di jalan raya dan bukan untuk bersenang-senang, Jemmy melanjutkan, khayalan itu harus dibuang jauh-jauh.
Faktanya, menurut Jemmy mengendarai chassis bus sama sekali tidak enak. ”Start dari gigi 3 atau 4 masih terasa ringan. Sedikit saja kaki menekan pedal rem, pakemnya sudah terasa,” ungkapnya.
”Bantingan suspensi terasa keras dan chassis sangat lentur. Lumayan bikin sakit pinggang. Terpaan angin, sengatan panas dan guyuran hujan sama dirasakan seperti pengendara motor. Kalau bukan karena tugas, saya sih lebih milih nyetir bus yang sudah jadi,” ujar pria yang 24 tahun berprofesi sebagai sopir itu tertawa.
Tapi, mengapa sering terlihat di jalan orang mengendarai sasis bus?
Jawabannya sederhana. Bus terdiri dari dua bagian. Sasis dibuat oleh pabrikan, misalnya Mercedes-Benz. Sedangkan bodi dibuat oleh karoseri lokal.
BACA JUGA :Rival Khabib, Justin Gaethje, Pilih Mobil Milik Iron Man
Menurut pengalaman Jemmy Firdaus, mengendarai chassis bus seperti itu rasanya seperti mengendarai gokart raksasa. ”Kita menggunakan jaket dan helm untuk mengendari mobil tanpa bodi. Rasanya memang aneh sekali,” ujar pria yang sudah 11 tahun menjadi pengemudi bus itu.
Jemmy mengatakan, dengan kondisi tanpa atap dan bodi mobil itu, ia merasakan torsi dan tenaga berlebih. ”Andai saja treknya berupa sirkuit, mungkin saya tidak akan bosan melahap ratusan putaran dengan kecepatan tinggi,” ujarnya.
Pengemudi wajib mengenakan helm, sabuk pengaman, serta kecepatan dibawah 60 km per jam. Foto: dok. Busnesia.
Namun, karena mengendarainya di jalan raya dan bukan untuk bersenang-senang, Jemmy melanjutkan, khayalan itu harus dibuang jauh-jauh.
Faktanya, menurut Jemmy mengendarai chassis bus sama sekali tidak enak. ”Start dari gigi 3 atau 4 masih terasa ringan. Sedikit saja kaki menekan pedal rem, pakemnya sudah terasa,” ungkapnya.
”Bantingan suspensi terasa keras dan chassis sangat lentur. Lumayan bikin sakit pinggang. Terpaan angin, sengatan panas dan guyuran hujan sama dirasakan seperti pengendara motor. Kalau bukan karena tugas, saya sih lebih milih nyetir bus yang sudah jadi,” ujar pria yang 24 tahun berprofesi sebagai sopir itu tertawa.
Tapi, mengapa sering terlihat di jalan orang mengendarai sasis bus?
Jawabannya sederhana. Bus terdiri dari dua bagian. Sasis dibuat oleh pabrikan, misalnya Mercedes-Benz. Sedangkan bodi dibuat oleh karoseri lokal.
BACA JUGA :Rival Khabib, Justin Gaethje, Pilih Mobil Milik Iron Man