Pemerintah Akselerasi Kendaraan Listrik, Solusi atau Promosi?
loading...
A
A
A
Akan tetapi, Dia mengatakan bahwa dalam pengimplementasiannya sulit untuk dilakukan, sebab harga dari kendaraan listrik maupun untuk konversi kendaraan dari kendaraan berbahan fosil ke kendaraan listrik itu sendiri masih mahal.
Selain itu, Darmaningtyas juga mengatakan, bahan bakar listrik Indonesia 63 persenya masih menggunakan batu bara. Alih-alih ingin mengurangi gas karbon, malah yang terjadi hanya pengalihan atau penundaan polusinya saja.
"Bahan bakar listrik yang 63% masih dari batu bara juga membuat EV ini tidak sepenuhnya bersih lingkungan, hanya pengalihan/penundaan polusi saja mengingat batu bara juga melahirkan limbah. Kalau saya akan dukung penuh EV kalau bahan baku listrik kita dari hidro baru menjadi amat relevan percepatan EV," katanya kepada MNC Portal, Selasa (27/9/2022).
Sementara itu, Pengamat Transportasi dan Ketua FAKTA Indonesia, Azas Tigor Nainggolan menyatakan bahwa pergantian mobil berbahan fosil ke kendaraan listrik bukan solusi atas pengurangan emisi karbon ataupun kemacetan. Menurutnya, tingginya polusi emisi gas buang diakibatkan oleh kemacetan dan tingginya kendaraan bermotor pribadi baik mobil maupun sepeda motor di jalanan.
"Sehingga pergantian tersebut bukan lah solusi. Pergatian kendaraan bermotor menjadi kendaraan listrik hanya seperti ganti baju saja, khususnya kendaraan pribadi maka penggunaan kendaraan pribadi akan tetap tinggi. Kita ketahui juga bahwa produksi listrik Indonesia masih menggunakan BBM fosil juga yang disubsidi juga," katanya kepada MNC Portal, Selasa (27/9/2022).
Bahkan, Tigor mengatakan bahwa pergantian kendaraan tersebut hanya alat promosi bagi kendaraan listriklistrik bukan menjadi solusi mengurangi emis gas buang. "Bisa jadi penggantian kendaraan bermotor ke kendaraan listrik akhirnya hanya urusan membantu pemasaran kendaraan listrik bukan memecah tingginya kemacetan atau polusi emisi gas buang dan subsidi BBM," katanya.
"Jika mau memecah tingginya kemacetan, polusi emisi gas buang dan subsidi BBM maka pemerintah harus membangun sistem layanan transportasi publik yang aman, nyaman dan akses terintegrasi baik secara merata di seluruh Indonesia," tambahnya.
Sementara itu, Pengamat Transportasi dan Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan MTI Pusat, Djoko Setijowarno mengatakan bahwa akselerasi kendaraan listrik saat ini masih setengah-setengah. Hal itu terlihat dari percepatan penggunaan kendaraan listrik yang hanya dilakukan di pemerintahan saja. Padahal seharusnya, Presiden juga mengeluarkan Peraturan Presiden tentang Penggunaan Kendaraan Listrik berbasis Bateri sebagai Angkutan Umum Penumpang.
Selain itu, Darmaningtyas juga mengatakan, bahan bakar listrik Indonesia 63 persenya masih menggunakan batu bara. Alih-alih ingin mengurangi gas karbon, malah yang terjadi hanya pengalihan atau penundaan polusinya saja.
"Bahan bakar listrik yang 63% masih dari batu bara juga membuat EV ini tidak sepenuhnya bersih lingkungan, hanya pengalihan/penundaan polusi saja mengingat batu bara juga melahirkan limbah. Kalau saya akan dukung penuh EV kalau bahan baku listrik kita dari hidro baru menjadi amat relevan percepatan EV," katanya kepada MNC Portal, Selasa (27/9/2022).
Sementara itu, Pengamat Transportasi dan Ketua FAKTA Indonesia, Azas Tigor Nainggolan menyatakan bahwa pergantian mobil berbahan fosil ke kendaraan listrik bukan solusi atas pengurangan emisi karbon ataupun kemacetan. Menurutnya, tingginya polusi emisi gas buang diakibatkan oleh kemacetan dan tingginya kendaraan bermotor pribadi baik mobil maupun sepeda motor di jalanan.
"Sehingga pergantian tersebut bukan lah solusi. Pergatian kendaraan bermotor menjadi kendaraan listrik hanya seperti ganti baju saja, khususnya kendaraan pribadi maka penggunaan kendaraan pribadi akan tetap tinggi. Kita ketahui juga bahwa produksi listrik Indonesia masih menggunakan BBM fosil juga yang disubsidi juga," katanya kepada MNC Portal, Selasa (27/9/2022).
Bahkan, Tigor mengatakan bahwa pergantian kendaraan tersebut hanya alat promosi bagi kendaraan listriklistrik bukan menjadi solusi mengurangi emis gas buang. "Bisa jadi penggantian kendaraan bermotor ke kendaraan listrik akhirnya hanya urusan membantu pemasaran kendaraan listrik bukan memecah tingginya kemacetan atau polusi emisi gas buang dan subsidi BBM," katanya.
"Jika mau memecah tingginya kemacetan, polusi emisi gas buang dan subsidi BBM maka pemerintah harus membangun sistem layanan transportasi publik yang aman, nyaman dan akses terintegrasi baik secara merata di seluruh Indonesia," tambahnya.
Sementara itu, Pengamat Transportasi dan Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan MTI Pusat, Djoko Setijowarno mengatakan bahwa akselerasi kendaraan listrik saat ini masih setengah-setengah. Hal itu terlihat dari percepatan penggunaan kendaraan listrik yang hanya dilakukan di pemerintahan saja. Padahal seharusnya, Presiden juga mengeluarkan Peraturan Presiden tentang Penggunaan Kendaraan Listrik berbasis Bateri sebagai Angkutan Umum Penumpang.