Mampukah Nissan Bertahan Tanpa Bantuan Honda?
Sabtu, 08 Februari 2025 - 20:20 WIB
CEO Nissan Makoto Uchida (kiri) dan Toshihiro Mibe, CEO Honda, saat mengumumkan rencana merger belum lama ini. Foto: Reuters
JEPANG - Negosiasi kesepakatan antara Nissan dan Honda masih menemui jalan buntu. Pertanyaannya, jika tidak jadi merger, bisakah Nissan bertahan tanpa bantuan Honda?
Sejak kejatuhan dramatis CEO “Cost Killer” Carlos Ghosn pada 2018, Nissan Motor Jepang bergulat dengan penjualan yang lemah dan jajaran model yang ketinggalan zaman.
Pada Desember 2024, Honda Motor memberikan angin segar dengan menyetujui untuk mempertimbangkan kesepakatan yang akan menciptakan salah satu produsen mobil terbesar di dunia. Ini membuat merger 2 perusahaan bakal jadi saingan tangguh bagi merek kendaraan listrik (EV) China.
Keterikatan antara kedua rival Jepang ini, dengan sejarah dan budaya mereka yang berbeda, akan menjadi usaha yang rumit dan kompleks. Honda bersikeras bahwa Nissan harus berbenah diri terlebih dahulu sebelum kesepakatan apa pun dapat terjadi.
Pada awal Februari 2025, negosiasi menemui jalan buntu karena ketidakseimbangan kekuatan yang melekat di antara kedua merek.
Keduanya sudah memiliki kemitraan dengan Mitsubishi Motors untuk mengembangkan perangkat lunak, baterai, dan teknologi EV lainnya. Melangkah lebih jauh dan mengkonsolidasikan platform EV, rantai pasokan, dan upaya penelitian mereka akan membawa kolaborasi ke tingkat yang lebih tinggi.
Itu pun tidak akan sepenuhnya menjembatani jurang persaingan dengan produsen mobil listrik seperti BYD dan Tesla milik Elon Musk. Baik Honda maupun Nissan belum menawarkan baterai yang lebih murah dan efisien serta perangkat lunak yang menyertainya seperti para pendatang baru tersebut.
Sejak kejatuhan dramatis CEO “Cost Killer” Carlos Ghosn pada 2018, Nissan Motor Jepang bergulat dengan penjualan yang lemah dan jajaran model yang ketinggalan zaman.
Pada Desember 2024, Honda Motor memberikan angin segar dengan menyetujui untuk mempertimbangkan kesepakatan yang akan menciptakan salah satu produsen mobil terbesar di dunia. Ini membuat merger 2 perusahaan bakal jadi saingan tangguh bagi merek kendaraan listrik (EV) China.
Keterikatan antara kedua rival Jepang ini, dengan sejarah dan budaya mereka yang berbeda, akan menjadi usaha yang rumit dan kompleks. Honda bersikeras bahwa Nissan harus berbenah diri terlebih dahulu sebelum kesepakatan apa pun dapat terjadi.
Pada awal Februari 2025, negosiasi menemui jalan buntu karena ketidakseimbangan kekuatan yang melekat di antara kedua merek.
Bisakah Kesepakatan dengan Honda Menyelesaikan Masalah Nissan?
Honda memiliki nilai pasar lebih dari empat kali lipat dari Nissan. Menyerap saingannya akan membawa skala ekonomi yang lebih besar.Keduanya sudah memiliki kemitraan dengan Mitsubishi Motors untuk mengembangkan perangkat lunak, baterai, dan teknologi EV lainnya. Melangkah lebih jauh dan mengkonsolidasikan platform EV, rantai pasokan, dan upaya penelitian mereka akan membawa kolaborasi ke tingkat yang lebih tinggi.
Itu pun tidak akan sepenuhnya menjembatani jurang persaingan dengan produsen mobil listrik seperti BYD dan Tesla milik Elon Musk. Baik Honda maupun Nissan belum menawarkan baterai yang lebih murah dan efisien serta perangkat lunak yang menyertainya seperti para pendatang baru tersebut.
Seberapa Buruk Keuangan Nissan?
Nissan, yang didirikan sekitar seabad lalu, sedang berjuang. Laba bersihnya merosot 94 persen dalam enam bulan hingga 30 September 2024 karena keuntungan anjlok di AS dan China, sehingga mempersulit pembiayaan kembali obligasi dalam jumlah rekor yang akan jatuh tempo pada 2026.Lihat Juga :
tulis komentar anda