Ternyata Partikel Kecil Plastik Bisa Pengaruhi Pemanasan Global

Sabtu, 25 Juli 2020 - 09:12 WIB
loading...
Ternyata Partikel Kecil Plastik Bisa Pengaruhi Pemanasan Global
Foto/dok
A A A
JAKARTA - Para peneliti di Institut Norwegia untuk Penelitian Udara (NILU) dan Universitas Vienna sedang mempelajari tingkat mikroplastik di jalan raya dan cara penyebarannya dari kota. Mereka menemukan partikel kecil plastik yang menyebar di seluruh dunia, khususnya di lautan dan daerah tertutup salju.

Kendaraan bermotor seperti motor, mobil, truk, bus hingga pesawat merupakan moda transportasi yang sering digunakan setiap orang untuk bepergian. Seluruh emisi yang dikeluarkan kendaraan tersebut menjadi salah satu penyebab meningkatnya pemanasan global. Namun, tahukah Anda bahwa ban dan bantalan rem juga menjadi salah satu faktor pemanasan global?

Ternyata, keausan ban dan bantalan rem pada roda menjadi salah satu faktor yang berkontribusi pada pencairan tutup es di permukaan yang tertutup oleh salju, seperti di Kutub Utara. Potongan-potongan plastik kecil yang menutupi lapisan salju menyebabkan penyerapan sinar matahari lebih banyak sehingga es dan salju mudah mencair. (Baca: Kemegahan Hagia Sophia Kembali Terpancar dengan Salat Jumat Pertama)

Mengutip dari Dailymail, para peneliti menemukan 138.000 ton partikel plastik kecil dari lalu lintas jalan yang memasuki atmosfer dan berakhir di lautan. Adapun 47.000 ton plastik kecil jatuh di atas permukaan yang tertutup oleh lapisan salju dan es.

Seperti yang telah diketahui bahwa ban terbuat dari berbagai bahan, termasuk plastik. Penggunaan yang semakin sering menyebabkan ban semakin cepat aus dan partikel-partikel plastiknya terbang ke udara bersama angin atau mengalir ke lautan bersama air hujan melalui sistem aliran sungai.

Peneliti memperkirakan setidaknya ada enam juta ton partikel plastik dari kendaraan pribadi maupun komersial. Sebagian besar jatuh di jalanan tempat kendaraan beroperasi. Ketika laju produksi plastik baru terus meningkat secara global, jumlah limbah plastik di lingkungan pun akan semakin besar. Hal ini membutuhkan sistem pengumpulan dan daur ulang limbah plastik secara efektif dan efisien untuk mengurangi dampaknya terhadap lingkungan. (Baca juga: Peneliti Temukan Penyebab Es di Greenland Mencair)

Namun, para peneliti di Norwegia masih kurang memahami konsekuensi ekologis dan lingkungan dari meningkatnya polusi partikel plastik. Mereka masih meneliti dampak terhadap lingkungan, termasuk partikel plastik yang terbang ke Kutub Utara. “Kami juga masih tahu terlalu sedikit tentang bagaimana partikel-partikel mikroplastik bergerak dari tempat mereka diproduksi ke semua ujung dunia (Kutub Utara),” sebut para peneliti.

Peneliti di NILU, Nikolaos Evangeliou, dan rekannya dari Universitas Vienna, Andreas Stohl, mengamati mikroplastik di jalanan yang dihasilkan dari keausan ban dan keausan rem. Mereka membandingkannya dengan simulasi transportasi udara untuk menentukan dispersi polutan ini. Mayoritas mikroplastik berasal dari lalu lintas daerah padat penduduk seperti Amerika Serikat, Eropa Utara, dan daerah urban di Asia Tenggara.

Mereka melihat kepadatan jalan di seluruh dunia dan menggunakannya untuk mengetahui bagaimana mikroplastik dari ban menyebar ke seluruh dunia dan di mana tempat penyimpanannya. Para peneliti menemukan bahwa partikel-partikel plastik berukuran 2,5 mikrometer dan berukuran lebih kecil diangkut melalui udara dan diterbangkan ke lautan atau ke es. Ini dapat berdampak buruk bagi kelangsungan hidup pada masa depan.

“Ini mengkhawatirkan, partikel-partikel mikroplastik yang terbang menuju salju dan daerah yang tertutup es, seperti Greenland dan Arctic, dapat menggelapkan permukaan sehingga mengurangi albedo permukaan dan dapat mempercepat pencairan es dan salju,” kata Evangeliou. (Baca juga: Jenderal Polisi Pembantu Kaburnya Djoko Tjandra Berujung Pidana)

Albedo adalah ukuran seberapa banyak cahaya yang mengenai permukaan dan dipantulkan tanpa diserap. Padahal, tumpukan es dan salju di kutub membantu mendinginkan suhu bumi. Albedo yang lebih rendah pada gilirannya akan menyebabkan pencairan es dan salju meningkat, dan kemudian ke reflektivitas yang lebih rendah. “Permukaan atau materi gelap, seperti mikroplastik, menurunkan reflektivitas ini sehingga es menyerap lebih banyak panas,” tambahnya.

Andreas Stohl juga mengungkapkan bahwa partikel plastik dari ban termasuk dalam kategori bahan beracun yang merupakan ancaman nyata bagi manusia dan satwa liar. Ia telah meminta produsen ban untuk menemukan cara menciptakan ban baru yang mampu mengurangi mikroplastik.

Penelitian terbaru mengungkapkan bahwa mikroplastik ditemukan di bagian gandum dan selada yang dapat dimakan. Artinya, ini sangat berbahaya bagi manusia yang biasa mengonsumsi makanan tanpa dibersihkan dan dimasak terlebih dahulu, khususnya buah-buahan. (Lihat videonya: Usai Memesan Minuman, Seorang Pengunjung Warkop Tiba-tiba Meninggal)

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengungkapkan adanya kebutuhan mendesak untuk mencari tahu lebih lanjut tentang dampak mikroplastik pada kesehatan manusia. Pencarian bukti menunjukkan bahwa partikel plastik dari ban dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh akan dilakukan sesegera mungkin.

Meski begitu, perusahaan ban telah menolak hasil penelitian yang dilakukan para peneliti. Mereka mengklaim bahwa keausan ban tidak berkontribusi terhadap pencemaran mikroplastik dan tidak membahayakan kesehatan manusia.

Industri ban telah menerbitkan sekitar sepuluh hasil penelitian selama satu dekade terakhir yang menunjukkan bahwa tidak ada risiko signifikan bagi manusia dan lingkungan. Ini menjadi dasar mereka untuk menolak bahwa keausan ban berdampak buruk terhadap lingkungan. (Fandy)
(ysw)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2031 seconds (0.1#10.140)