Garuk Kepala saat Mengemudi, Pria Ini Didenda Rp6,4 Juta

Senin, 19 Februari 2024 - 16:05 WIB
loading...
Garuk Kepala saat Mengemudi,...
Tim Hansen mengklaim hanya menggaruk kepala namun kamera AI membacanya sedang menelepon saat berkendara. (Foto: Monocam)
A A A
JAKARTA - Seorang pria Belanda didenda 380 Euro atau sekira Rp6,4 juta karena tertangkap kamera kecerdasan buatan (AI) sedang berbicara di ponsel saat mengemudi. Namun, sang pria menyangkalnya dengan analisa teknologi terbaru.

Melansir laman Oddity Central, Senin (19/2/2024) pria bernama Tim Hansen itu mengklaim bahwa sebenarnya dia hanya sedang menggaruk kepala dan sistem telah melakukan kesalahan. Pada November 2023 lalu, Hansen menerima denda karena diduga berbicara di ponsel saat mengemudi sebulan sebelumnya. Dia terkejut karena dia tidak ingat menggunakan ponselnya saat mengemudi pada hari itu.

Ia pun memutuskan untuk memeriksa foto tersebut di Badan Pengumpulan Yudisial Pusat Belanda. Di foto, Hansen terlihat memang sedang berbicara di ponselnya, tetapi jika diperhatikan lebih dekat, ternyata dia sebenarnya tidak memegang apapun di tangannya. Dia hanya sedang menggaruk samping kepalanya dan kamera keliru menganggap posisi tangannya seperti sedang memegang ponsel.

Hansen yang bekerja di bidang IT menggunakan kemampuannya untuk menjelaskan cara kerja sistem kamera polisi, Monocam, dan mengapa bisa terjadi kesalahan. Meskipun dia tidak dapat menguji Monocam sendiri, dia menjelaskan bagaimana sistem ini dirancang untuk bekerja dan mengapa dapat melakukan kesalahan.

"Jika sebuah model harus memprediksi apakah sesuatu itu 'ya' atau 'tidak', tentu saja bisa terjadi bahwa model tersebut salah. Dalam kasus saya, model tersebut menunjukkan bahwa saya sedang memegang telepon, padahal tidak. Sebuah model yang sempurna hanya memprediksi positif benar dan negatif benar, tetapi prediksi yang 100 persen benar jarang terjadi," kata Hansen.



Spesialis IT tersebut menjelaskan bahwa sistem seperti Monocam harus dilatih dengan sejumlah besar gambar yang dibagi menjadi dua atau tiga kelompok. Kualifikasinya terbagi atas set pelatihan, set validasi, dan set uji. Set pertama digunakan untuk mengajari algoritma obyek apa saja yang ada di gambar mana dan properti apa (warna, garis) yang melekat pada obyek tersebut. Set kedua untuk mengoptimalkan sejumlah hiperparameter algoritma, dan set ketiga untuk menguji seberapa baik sistem tersebut benar-benar berfungsi.

"Algoritma yang kami gunakan, dan algoritma polisi, mungkin mencurigai bahwa telepon ada karena dataset pelatihan berisi banyak contoh orang yang menelepon dengan telepon di tangan mereka di samping telinga," kata Hansen.



Ia menduga data set pelatihan itu mengandung sedikit informasi atau tidak ada foto orang yang duduk dengan tangan kosong di telinga mereka. Dalam hal ini, algoritma membaca telepon benar-benar dipegang di tangan, tetapi sudah cukup jika tangan berada dekat dengan telinga.

Hansen mengklaim bahwa karena banyaknya variabel yang dapat memengaruhi keputusan algoritma, diperlukan filter mata manusia untuk meminimalisasi jumlah laporan palsu. Namun, dalam kasusnya, denda tersebut dikonfirmasi oleh manusia setelah menganalisis foto yang diambil oleh kamera.



Klaim Hansen ini tengah dikaji, tetapi dia harus menunggu hingga 26 minggu ke depan untuk putusan resmi. Kasusnya menjadi viral di Belanda dan negara-negara tetangga seperti Belgia lantaran beberapa lembaga meminta pemasangan kamera yang mampu mendeteksi penggunaan ponsel saat mengemudi. Kisan Hansen membuktikan bahwa kamera-kamera tersebut jauh dari 100 persen sempurna.
(msf)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2352 seconds (0.1#10.140)