Transportasi Langit Ramai-ramai Berebut Cuan Rp244,6 Triliun di Angkasa
loading...
A
A
A
JAKARTA - Transportasi udara diperkirakan memiliki potensi pasar sebesar USD17 miliar atau setara Rp244,6 triliun pada 2025. Tidak heran jika banyak proyek transportasi udara mulai bermunculan.
Potensi bisnis yang ditawarkan memang menggiurkan. Transportasi udara diperkirakan memiliki potensi pasar sebesar USD17 miliar atau setara Rp244,6 triliun pada 2025. Tidak heran jika banyak transportasi udara unik mulai bermunculan.
Advanced Air Mobility (AAM) menyebutkan perkembangan transportasi udara skala kecil akan sangat menguntungkan karena kondisi jalan yang semakin tidak ideal. Hal itu dibenarkan oleh Wisk, perusahaan pembuat mobil terbang yang mengatakan faktor pemicu hadirnya transportasi udara karena memang kondisi jalan yang semakin tidak ideal.
Urbanisasi besar-besaran membuat kondisi kemacetan di berbagai negara semakin buruk. Dari situlah keinginan untuk membuat transportasi udara skala kecil mengemuka. "60 persen dari total penduduk di dunia akan berada di kota pada 2030 nanti. Jadi jalanan yang ada saat ini tidak akan sanggup mengakomodir dan akan sangat memakan biaya penggunannya," ujar Anna Kominik, Wisk Asia Pacific Director, perusahaan mobilitas udara otonom.
Peluang itulah yang kemudian dimanfaatkan oleh banyak perusahaan besar dan perusahaan rintisan (start up) dengan menghadirkan produk-produk baru transportasi udara yang unik. Saat ini bentuk transportasi udara yang akan dihadirkan juga beraneka ragam. Ada yang mirip seperti helikopter otonom, sepeda motor terbang, mobil terbang hingga taksi terbang.
Menariknya kehadiran moda transportasi baru itu juga diikuti dengan nilai lebih yang tidak dimiliki transportasi darat yang ada saat ini yakni biaya murah. Biaya transportasi yang lebih murah juga pernah disebutkan Rudy Salim, CEO Prestige Aviation, operator taksi terbang EHang 216 di Indonesia.
Dia mengatakan biaya penggunaan taksi terbang EHang 26 ditaksir hanya menelan biaya kurang lebih sekitar Rp1 juta. “Kalau naik helikopter nih setiap 30 menit, udah Rp 40 juta mungkin. Sedangkan ini (taksi terbang Ehang) jauh lebih murah, mungkin hanya sekitar 3-4 persen doang. Jadi hasil perbandingannya sekitar 2-3 kali taksi darat konvensional," jelas Rudy Salim.
Terjangkaunya biaya penggunaan taksi EHang 216 menurut Rudy Salim terjadi karena beberapa faktor. Pertama mengenai biaya daya yang digunakan oleh taksi terbang buatan China. Menurutnya biaya pengisian daya hanya menghabiskan sebesar Rp200.000 saja.
“Biaya ongkos terbangnya sangat murah sekali, karena pengisian daya EV nya saja hanya Rp200.000. Akan tetapi masih terdapat biaya lainnya. Jika di dunia aviasi maka hal itu disebut dengan power by the hour," jelasnya.
Potensi bisnis yang ditawarkan memang menggiurkan. Transportasi udara diperkirakan memiliki potensi pasar sebesar USD17 miliar atau setara Rp244,6 triliun pada 2025. Tidak heran jika banyak transportasi udara unik mulai bermunculan.
Advanced Air Mobility (AAM) menyebutkan perkembangan transportasi udara skala kecil akan sangat menguntungkan karena kondisi jalan yang semakin tidak ideal. Hal itu dibenarkan oleh Wisk, perusahaan pembuat mobil terbang yang mengatakan faktor pemicu hadirnya transportasi udara karena memang kondisi jalan yang semakin tidak ideal.
Urbanisasi besar-besaran membuat kondisi kemacetan di berbagai negara semakin buruk. Dari situlah keinginan untuk membuat transportasi udara skala kecil mengemuka. "60 persen dari total penduduk di dunia akan berada di kota pada 2030 nanti. Jadi jalanan yang ada saat ini tidak akan sanggup mengakomodir dan akan sangat memakan biaya penggunannya," ujar Anna Kominik, Wisk Asia Pacific Director, perusahaan mobilitas udara otonom.
Peluang itulah yang kemudian dimanfaatkan oleh banyak perusahaan besar dan perusahaan rintisan (start up) dengan menghadirkan produk-produk baru transportasi udara yang unik. Saat ini bentuk transportasi udara yang akan dihadirkan juga beraneka ragam. Ada yang mirip seperti helikopter otonom, sepeda motor terbang, mobil terbang hingga taksi terbang.
Menariknya kehadiran moda transportasi baru itu juga diikuti dengan nilai lebih yang tidak dimiliki transportasi darat yang ada saat ini yakni biaya murah. Biaya transportasi yang lebih murah juga pernah disebutkan Rudy Salim, CEO Prestige Aviation, operator taksi terbang EHang 216 di Indonesia.
Dia mengatakan biaya penggunaan taksi terbang EHang 26 ditaksir hanya menelan biaya kurang lebih sekitar Rp1 juta. “Kalau naik helikopter nih setiap 30 menit, udah Rp 40 juta mungkin. Sedangkan ini (taksi terbang Ehang) jauh lebih murah, mungkin hanya sekitar 3-4 persen doang. Jadi hasil perbandingannya sekitar 2-3 kali taksi darat konvensional," jelas Rudy Salim.
Terjangkaunya biaya penggunaan taksi EHang 216 menurut Rudy Salim terjadi karena beberapa faktor. Pertama mengenai biaya daya yang digunakan oleh taksi terbang buatan China. Menurutnya biaya pengisian daya hanya menghabiskan sebesar Rp200.000 saja.
“Biaya ongkos terbangnya sangat murah sekali, karena pengisian daya EV nya saja hanya Rp200.000. Akan tetapi masih terdapat biaya lainnya. Jika di dunia aviasi maka hal itu disebut dengan power by the hour," jelasnya.
(wsb)