Mobil Bermesin Turbo Minum Pertalite, Boleh atau Tidak?
loading...
A
A
A
JAKARTA - Harga bahan bakar yang semakin meningkat, khususnya yang memiliki oktan tinggi memaksa masyarakat mengubah perilaku atau kebiasaan mereka.
Pengguna kendaraan roda empat semakin selektif dalam memilih bahan bakar agar tak menguras kantong. Untuk saat ini, harga Pertalite yang memiliki oktan di angka 90 naik dari Rp7.650 menjadi Rp10.000.
Bahan bakar tersebut sejatinya ditujukan untuk golongan tertentu, mengingat ini merupakan program subsidi pemerintah. Namun, tetap saja banyak pengguna mobil yang memilih Pertalite karena harganya yang murah. Termasuk, mobil yang memiliki mesin turbo sekalipun.
Padahal, mobil mesin turbo seharusnya menggunakan bahan bakar dengan oktan tinggi demi memaksimalkan performa. Teknologi turbo yang sudah terpasang dari pabrikan juga bukan hanya fokus mengejar tenaga dari mesin tapi konsumsi bahan bakar yang lebih efisien.
Seperti yang diungkapkan oleh pegiat mobil sekaligus pembalap nasional Rifat Sungkar. ”Mobil mesin turbo kalau diisi bahan bakar Pertalite atau oktan rendah sebenarnya tidak masalah karena memiliki teknologi anti-knocking sensor,” kata Rifat. “Misalnya mobil memiliki tenaga 100 hp, tapi dengan adanya anti-knocking sensor maka turbo tidak bekerja dengan maksimal dan kompresi mesin akan memiliki tekanan besar.
“Yang terjadi adalah mesin tak akan mencapai tenaga yang maksimal dan bahan bakar akan menjadi lebih boros karena mesin membutuhkan tingkat pengapian lebih tinggi,” bebernya.
Seperti diketahui, mobil mesin turbo memiliki kompresi yang tinggi dan membutuhkan pengapian besar untuk memaksimalkan kinerja mesin. Tetapi jika berada dalam keadaan mendesak, Rifat Sungkar menyarankan untuk melakukan beberapa perubahan agar kendaraan tetap optimal.
Namun, hal tersebut akan memakan biaya lebih besar dan mobil juga tidak akan memiliki tenaga seperti yang seharusnya. “Contohnya, dengan oktan tinggi injeksi membutuhkan 10cc dalam sekali tembakan, tapi dengan oktan rendah membutuhkan 12cc karena pengapiannya kurang maksimal,” ujar Rifat.
“Solusinya adalah agar mesin tidak menggelitik maka tenaganya harus diturunkan. Jadi, sebenarnya agar rumit jika mobil mesin turbo harus menggunakan bahan bakar oktan rendah,” ungkap Rifat lagi.
“Saya menyarankan mesin mobil turbo selalu menggunakan bahan bakar yang disarankan agar bekerja dengan maksimal, baik dari injeksinya, pembakarannya, dan juga pipa direct injection sekarang lebih sensitif jadi bisa lebih awet.”
Untuk kendaraan saat ini, pihak ATPM selalu menyarankan penggunaan bahan bakar yang memiliki oktan 92 agar mesin lebih awet dan performanya maksimal.
Pengguna kendaraan roda empat semakin selektif dalam memilih bahan bakar agar tak menguras kantong. Untuk saat ini, harga Pertalite yang memiliki oktan di angka 90 naik dari Rp7.650 menjadi Rp10.000.
Bahan bakar tersebut sejatinya ditujukan untuk golongan tertentu, mengingat ini merupakan program subsidi pemerintah. Namun, tetap saja banyak pengguna mobil yang memilih Pertalite karena harganya yang murah. Termasuk, mobil yang memiliki mesin turbo sekalipun.
Padahal, mobil mesin turbo seharusnya menggunakan bahan bakar dengan oktan tinggi demi memaksimalkan performa. Teknologi turbo yang sudah terpasang dari pabrikan juga bukan hanya fokus mengejar tenaga dari mesin tapi konsumsi bahan bakar yang lebih efisien.
Seperti yang diungkapkan oleh pegiat mobil sekaligus pembalap nasional Rifat Sungkar. ”Mobil mesin turbo kalau diisi bahan bakar Pertalite atau oktan rendah sebenarnya tidak masalah karena memiliki teknologi anti-knocking sensor,” kata Rifat. “Misalnya mobil memiliki tenaga 100 hp, tapi dengan adanya anti-knocking sensor maka turbo tidak bekerja dengan maksimal dan kompresi mesin akan memiliki tekanan besar.
“Yang terjadi adalah mesin tak akan mencapai tenaga yang maksimal dan bahan bakar akan menjadi lebih boros karena mesin membutuhkan tingkat pengapian lebih tinggi,” bebernya.
Seperti diketahui, mobil mesin turbo memiliki kompresi yang tinggi dan membutuhkan pengapian besar untuk memaksimalkan kinerja mesin. Tetapi jika berada dalam keadaan mendesak, Rifat Sungkar menyarankan untuk melakukan beberapa perubahan agar kendaraan tetap optimal.
Namun, hal tersebut akan memakan biaya lebih besar dan mobil juga tidak akan memiliki tenaga seperti yang seharusnya. “Contohnya, dengan oktan tinggi injeksi membutuhkan 10cc dalam sekali tembakan, tapi dengan oktan rendah membutuhkan 12cc karena pengapiannya kurang maksimal,” ujar Rifat.
“Solusinya adalah agar mesin tidak menggelitik maka tenaganya harus diturunkan. Jadi, sebenarnya agar rumit jika mobil mesin turbo harus menggunakan bahan bakar oktan rendah,” ungkap Rifat lagi.
“Saya menyarankan mesin mobil turbo selalu menggunakan bahan bakar yang disarankan agar bekerja dengan maksimal, baik dari injeksinya, pembakarannya, dan juga pipa direct injection sekarang lebih sensitif jadi bisa lebih awet.”
Untuk kendaraan saat ini, pihak ATPM selalu menyarankan penggunaan bahan bakar yang memiliki oktan 92 agar mesin lebih awet dan performanya maksimal.
(dan)