Perlukah Mobil Hybrid Mendapat Insentif dan Bebas Ganjil Genap?
Rabu, 28 Februari 2024 - 08:22 WIB
JAKARTA - Pemerintah saat ini sedang mengkaji kebijakan pemberian insentif kendaraan listrik hibrida atau hybrid electric vehicle (HEV). Sejumlah pelaku industri juga meminta agar mobil hybrid mendapatkan non-fiskal berupa bebas ganjil genap.
Saat ini, pengkajian pemberian insentif untuk mobil hybrid masih dalam rangka pengkajian. Misalnya, apakah insentif HEV nanti bakal berbeda atau justru sama dengan insentif mobil listrik berbasis baterai atau battery electric vehicle (BEV).
Yakni pengurangan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 10% untuk BEV yang memenuhi TKDN minimal 40%. Di kesempatan terpisah, Ketua I Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Jongkie Sugiarto menilai bahwa insentif kendaraan listrik hibrida atau HEV bakal mampu mendongkrak penjualan.
Terutama di kendaraan HEV yang ada di harga Rp300 jutaan. Menurut Gaikindo, penjualan mobil hybrid secara wholesales (dari pabrik ke dealer) pada Januari 2024 adalah 4.712 unit atau turun 26,49% dibandingkan Desember 2023 yang mencapai 6.410 unit.
Artinya, pertumbuhan kendaraan hybrid perlu mendapatkan dorongan agar lebih cepat diadopsi oleh masyarakat dan memberikan benefit lebih banyak.
Sales & Marketing and Aftersales Director HPM Yusak Billy sendiri menyebut bahwa mobil hybrid perlu diberikan insentif yang sama seperti mobil listrik berbasis baterai (BEV).
Hal ini tujuannya agar harga jual kendaraan hybrid bisa lebih terjangkau dan masyarakat Indonesia memiliki banyak pilihan model elektrifikasi.
Menurut Billy, teknologi hybrid menggabungkan antara mesin pembakaran internal (ICE) dengan motor penggerak listrik yang dibekali baterai. Diklaim, ini mampu menekan emisi hingga lebih dari 50 persen.
“Saya rasa insentif mobil hybrid itu perlu karena ini kan teknologi ramah lingkungan yang bisa mengurangi setengah emisi bila dibandingkan ICE,” kata Billy.
Saat ini, pengkajian pemberian insentif untuk mobil hybrid masih dalam rangka pengkajian. Misalnya, apakah insentif HEV nanti bakal berbeda atau justru sama dengan insentif mobil listrik berbasis baterai atau battery electric vehicle (BEV).
Yakni pengurangan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 10% untuk BEV yang memenuhi TKDN minimal 40%. Di kesempatan terpisah, Ketua I Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Jongkie Sugiarto menilai bahwa insentif kendaraan listrik hibrida atau HEV bakal mampu mendongkrak penjualan.
Terutama di kendaraan HEV yang ada di harga Rp300 jutaan. Menurut Gaikindo, penjualan mobil hybrid secara wholesales (dari pabrik ke dealer) pada Januari 2024 adalah 4.712 unit atau turun 26,49% dibandingkan Desember 2023 yang mencapai 6.410 unit.
Artinya, pertumbuhan kendaraan hybrid perlu mendapatkan dorongan agar lebih cepat diadopsi oleh masyarakat dan memberikan benefit lebih banyak.
Sales & Marketing and Aftersales Director HPM Yusak Billy sendiri menyebut bahwa mobil hybrid perlu diberikan insentif yang sama seperti mobil listrik berbasis baterai (BEV).
Hal ini tujuannya agar harga jual kendaraan hybrid bisa lebih terjangkau dan masyarakat Indonesia memiliki banyak pilihan model elektrifikasi.
Menurut Billy, teknologi hybrid menggabungkan antara mesin pembakaran internal (ICE) dengan motor penggerak listrik yang dibekali baterai. Diklaim, ini mampu menekan emisi hingga lebih dari 50 persen.
“Saya rasa insentif mobil hybrid itu perlu karena ini kan teknologi ramah lingkungan yang bisa mengurangi setengah emisi bila dibandingkan ICE,” kata Billy.
tulis komentar anda