Berdamai dengan Teknologi, HRD Bisa Bangkit di saat COVID-19
Minggu, 05 Juli 2020 - 12:36 WIB
"Berdamai dengan teknologi ini, maksudnya, bagaimana seorang HR yang belum terbiasa dengan teknologi, seperti meeting online, presentasi online penggunaan Google form, atau gagap teknologi dan sekarang menjadi belajar, dan menjadi terbiasa," paparnya.
Sementara melakukan program efisiensi untuk perusahaan, tujuannya untuk menjaga cash flow perusahaan agar keuangan perusahaan tetap sehat. Karena agar perusahaan-perusahaan bisa survive, mereka harus punya cash flow-nya.
Dia menilai, cash flow is the king, dikondisi krisis saat ini. Sehingga, seorang HR harus melakukan kebijakan untuk menahan segala pengeluaran yang dirasa kurang penting di perusahaan.
"Di Jababeka Group sendiri kami ada 12 program efisiensi untuk menjaga cash flow kami. Saya ajukan program itu ke direksi, dan diakhir program itu saya jelaskan financial impact-nya; berapa ‘angka’ yang ter-saving jika kita menerapkan program tersebut," katanya.
Ternyata program cukup masuk akal dan juga bisa diterima karyawan. Karena lebih baik bahu membahu dengan cara efisiensi dibandingkan ada karyawan yang di PHK.
Seorang HR harus bisa mengajukan program itu dan meyakinkan direksi. "Caranya? Belajar keuangan untuk bisa melampirkan financial impact saat mengajukan program tersebut," tambahnya.
Sementara maksud meningkatkan produktivitas adalah bagaimana seorang HR bisa membantu perusahaan melakukan shifting bisnis agar bisa survive. Sebab COVID-19 telah membuat perilaku dan bisnis jadi berubah.
"COVID-19 telah membuat kegiatan hobi meningkat, bisnis entertainment berubah menjadi online, produksi home hygiene dan instant food meningkat, penawaran jasa penyediaan dan pengiriman barang atau makan meningkat, farmasi, telemedicine, atau coaching online. Itu semua peluang bisnis yang ada di depan mata kita, tinggal bagaimana kita shifting," kata Reza lagi.
Agar proses switching dalam perusahaan berjalan lancar, Reza menyarankan untuk meng-coaching para pimpinannya terlebih dahulu. Hal itu agar terjadi persamaan persepsi dan nantinya dicontoh oleh tim mereka. Sebab era New Normal menuntut perusahaan untuk cepat beradaptasi dan merespons karena semakin hari ketidakpastian semakin terasa.
"Perhatikan metode dan bahan coaching-nya. Jangan pakai cerita kesuksesan di masa lalu yang belum tentu relevan dengan kondisi sekarang. Jadi, bahannya harus dimodifikasi," ungkap Reza.
Sementara melakukan program efisiensi untuk perusahaan, tujuannya untuk menjaga cash flow perusahaan agar keuangan perusahaan tetap sehat. Karena agar perusahaan-perusahaan bisa survive, mereka harus punya cash flow-nya.
Dia menilai, cash flow is the king, dikondisi krisis saat ini. Sehingga, seorang HR harus melakukan kebijakan untuk menahan segala pengeluaran yang dirasa kurang penting di perusahaan.
"Di Jababeka Group sendiri kami ada 12 program efisiensi untuk menjaga cash flow kami. Saya ajukan program itu ke direksi, dan diakhir program itu saya jelaskan financial impact-nya; berapa ‘angka’ yang ter-saving jika kita menerapkan program tersebut," katanya.
Ternyata program cukup masuk akal dan juga bisa diterima karyawan. Karena lebih baik bahu membahu dengan cara efisiensi dibandingkan ada karyawan yang di PHK.
Seorang HR harus bisa mengajukan program itu dan meyakinkan direksi. "Caranya? Belajar keuangan untuk bisa melampirkan financial impact saat mengajukan program tersebut," tambahnya.
Sementara maksud meningkatkan produktivitas adalah bagaimana seorang HR bisa membantu perusahaan melakukan shifting bisnis agar bisa survive. Sebab COVID-19 telah membuat perilaku dan bisnis jadi berubah.
"COVID-19 telah membuat kegiatan hobi meningkat, bisnis entertainment berubah menjadi online, produksi home hygiene dan instant food meningkat, penawaran jasa penyediaan dan pengiriman barang atau makan meningkat, farmasi, telemedicine, atau coaching online. Itu semua peluang bisnis yang ada di depan mata kita, tinggal bagaimana kita shifting," kata Reza lagi.
Agar proses switching dalam perusahaan berjalan lancar, Reza menyarankan untuk meng-coaching para pimpinannya terlebih dahulu. Hal itu agar terjadi persamaan persepsi dan nantinya dicontoh oleh tim mereka. Sebab era New Normal menuntut perusahaan untuk cepat beradaptasi dan merespons karena semakin hari ketidakpastian semakin terasa.
"Perhatikan metode dan bahan coaching-nya. Jangan pakai cerita kesuksesan di masa lalu yang belum tentu relevan dengan kondisi sekarang. Jadi, bahannya harus dimodifikasi," ungkap Reza.
tulis komentar anda