Berdamai dengan Teknologi, HRD Bisa Bangkit di saat COVID-19

Minggu, 05 Juli 2020 - 12:36 WIB
loading...
Berdamai dengan Teknologi, HRD Bisa Bangkit di saat COVID-19
Tampak webinar HR Forum Jababeka: New Normal, From Vuca to COVID, akhir pekan kemarin. Foto/Ist
A A A
JAKARTA - Saat ini kita sudah bergerak dari era VUCA (volatility, uncertainty, complexity dan ambiguity) atau perubahan yang tidak terduga ke COVID-19 atau era ketidakpastian. Karena itu, potensi dari online yang tercipta dari kondisi ini harus bisa dimanfaatkan. (Baca juga: Ahli Epidemiologi: Haruskah COVID-19 Menang? )

Tak sedikit perusahaan yang berguguran dan terpaksa melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) sebagai imbas COVID-19. Tapi, tak sedikit juga yang mampu bertahan, bahkan berkembang. Lantas, muncul pertanyaan, "Bagaimana cara agar perusahaan bisa survive di tengah wabah COVID-19 ini?"

Dalam kesempatan HR Forum yang merupakan wadah dari Jababeka untuk mendukung tenant mengatasi berbagai tantangan sumber daya manusia, Reza Widyaprastha, HR Director Jababeka & Co, menyarankan agar human resources (HR) sebuah perusahaan tak hanya menjalankan pekerjaan rutin saja atau business as usual.

Human resources harus bisa beradaptasi di tengah kondisi krisis yang terjadi saat ini, bahkan kalau perlu menjadi motor transformasi di perusahaan. Sebab peran human resources sangat vital dalam membuat perusahaan bisa bertahan dan mencegah PHK karyawan di era New Normal saat ini.

"Kalau ada HR perusahaan bertanya, 'Bagaimana kita menghadapi COVID-19 di era new normal agar bisa survive?' Sebenarnya, pertanyaan yang perlu ditanyakan ialah 'bagaimana kita bisa beradaptasi dengan masa New Normal ini?' dan 'bagaimana kita bisa menciptakan peluang bisnis yang baru?' Itu yang perlu digarisbawahi," kata Reza dalam webinar HR Forum Jababeka: New Normal, From Vuca to COVID, akhir pekan kemarin.

Jadi, sambung dia, HRD harus beradaptasi dan mengantisipasinya. "Kita harus terbiasa. Jangan frustasi. Kalau situasi berubah, enggak boleh stres. Misal, baru tanda tangan struktur organisasi baru, tapi pas sudah di tandatangan strukturnya berubah lagi karena COVID-19. Jangan stres," tambah Ketua Human Resources Directors Indonesia.

Dia menegaskan, masa New Normal bukan berarti kita kembali ke kondisi normal, tapi beradaptasi menuju normal yang baru. Sebagai HR, kalau dunia bisnis berubah dengan cepat, jangan dianggap aneh. "Tapi dianggap sebagai normal yang baru. Sama halnya seperti orang yang saat ini harus pakai masker saat bepergian, itu sudah menjadi normal baru," urai Reza.

Kunci Adaptasi di Era New Normal
Reza menerangkan, adaptasi yang dilakukan seorang HR ada tiga hal, yaitu "berdamai" dengan teknologi, melakukan program efisiensi, untuk perusahaan dan meningkatkan produktivitas.

"Berdamai dengan teknologi ini, maksudnya, bagaimana seorang HR yang belum terbiasa dengan teknologi, seperti meeting online, presentasi online penggunaan Google form, atau gagap teknologi dan sekarang menjadi belajar, dan menjadi terbiasa," paparnya.

Sementara melakukan program efisiensi untuk perusahaan, tujuannya untuk menjaga cash flow perusahaan agar keuangan perusahaan tetap sehat. Karena agar perusahaan-perusahaan bisa survive, mereka harus punya cash flow-nya.

Dia menilai, cash flow is the king, dikondisi krisis saat ini. Sehingga, seorang HR harus melakukan kebijakan untuk menahan segala pengeluaran yang dirasa kurang penting di perusahaan.

"Di Jababeka Group sendiri kami ada 12 program efisiensi untuk menjaga cash flow kami. Saya ajukan program itu ke direksi, dan diakhir program itu saya jelaskan financial impact-nya; berapa ‘angka’ yang ter-saving jika kita menerapkan program tersebut," katanya.

Ternyata program cukup masuk akal dan juga bisa diterima karyawan. Karena lebih baik bahu membahu dengan cara efisiensi dibandingkan ada karyawan yang di PHK.

Seorang HR harus bisa mengajukan program itu dan meyakinkan direksi. "Caranya? Belajar keuangan untuk bisa melampirkan financial impact saat mengajukan program tersebut," tambahnya.

Sementara maksud meningkatkan produktivitas adalah bagaimana seorang HR bisa membantu perusahaan melakukan shifting bisnis agar bisa survive. Sebab COVID-19 telah membuat perilaku dan bisnis jadi berubah.

"COVID-19 telah membuat kegiatan hobi meningkat, bisnis entertainment berubah menjadi online, produksi home hygiene dan instant food meningkat, penawaran jasa penyediaan dan pengiriman barang atau makan meningkat, farmasi, telemedicine, atau coaching online. Itu semua peluang bisnis yang ada di depan mata kita, tinggal bagaimana kita shifting," kata Reza lagi.

Agar proses switching dalam perusahaan berjalan lancar, Reza menyarankan untuk meng-coaching para pimpinannya terlebih dahulu. Hal itu agar terjadi persamaan persepsi dan nantinya dicontoh oleh tim mereka. Sebab era New Normal menuntut perusahaan untuk cepat beradaptasi dan merespons karena semakin hari ketidakpastian semakin terasa.

"Perhatikan metode dan bahan coaching-nya. Jangan pakai cerita kesuksesan di masa lalu yang belum tentu relevan dengan kondisi sekarang. Jadi, bahannya harus dimodifikasi," ungkap Reza.

Pelajaran yang bisa dipetik mengenai dunia bisnis di era new normal ini adalah the new normal era is the constant transformation. Setiap insan organisasi harus mencari terobosan yang baru dan berbeda, sekaligus lebih baik secara terus menerus. Oleh karenanya, sebisa mungkin value itu bisa dipahami dan ter-delivery dengan baik saat melakukan coaching.

“Pernah ada yang bertanya ke saya, 'Apakah kita bisa kembali seperti dulu?' Kita tidak akan pernah bisa balik lagi. Kita sudah memasuki kenormalan baru. Ini karena begitu situasinya, mau nggak mau. Adapt-shifting-and transformation. Itu kata kuncinya," pungkas Reza.
(iqb)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1752 seconds (0.1#10.140)