Insentif Mobil Hybrid Batal, Toyota Hormati Keputusan Pemerintah
loading...
A
A
A
JAKARTA - Insentif mobil hybrid dipastikan batal terwujud. Pemerintah memutuskan tidak akan menggelontorkan dana untuk menyokong penjualan mobil ramah lingkungan tersebut.
Hal tersebut disampaikan langsung oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto di sela Konferensi Pertumbuhan Perekonomian Q2. Airlangga menjelaskan alasan pemerintah tak mewujudkan insentif mobil hybrid karena aturan yang berlaku saat ini sudah cukup untuk mendorong penjualan kendaraan tersebut. Itu berarti belum dibutuhkan kebijakan baru untuk menarik masyarakat untuk memboyong mobil hybrid.
"Kalau kita lihat, penjualan dari mobil hybrid hampir dua kali penjualan BEV. Jadi sebenarnya product hub hybrid itu sudah berjalan dengan mekanisme yang ada sekarang," ujarnya.
Di sisi lain, kebijakan insentif mobil hybrid diyakini bakal meningkatkan angka penjualan kendaraan roda empat itu karena peminatnya cukup besar.
Kendati demikian, salah satu raksasa pabrikan otomotif di Indonesia menyatakan tetap akan mendukung keputusan pemerintah di atas.
"Sebagai perusahaan yang berkomitmen untuk mendukung perkembangan industri otomotif Indonesia, Toyota menghormati keputusan pemerintah dan terus berkomunikasi secara konstruktif dengan pihak berwenang terkait kebijakan maupun regulasi yang ada," kata Marketing Director PT Toyota Astra Motor (TAM) Anton Jimmi Suwandy melalui pesan singkat, Rabu (7/8/2024).
"Tentu regulasi sifatnya dinamis tergantung situasi dan kondisi terbaru," lanjutnya.
Ketua I Gaikindo Jongkie Sugiarto menghormati keputusan pemerintah tidak mengabulkan insentif mobil hybrid. Yang jelas, dengan adanya kepastian ini, maka setiap produsen otomotif harus memutar otak untuk meningkatkan penjualan.
"Ya harus diterima dan para APM harus cari upaya lain untuk dapat meningkatkan angka penjualan," tuturnya.
Sebagai informasi, penjualan mobil hybrid masih mendominasi pangsa pasar Indonesia saat ini. Tercatat pada 2020, jumlah mobil hybrid hanya 1.191 unit. Kemudian pada 2021, meningkat menjadi 2.472 unit. Sementara pada 2022, peningkatannya lebih signifikan lagi mencapai 10.344 unit.
Pada 2023, mobil hybrid kian diminati dengan data wholesales mencapai 54.179 unit. Sedangkan untuk tahun ini, hingga Juni 2024, distribusi mobil hybrid mencapai 25.807 unit.
Untuk periode year-to-date Juni 2024, sebesar 9,3 persen mobil yang dijual di Indonesia merupakan kendaraan elektrifikasi, gabungan antara hybrid dan listrik murni. Sedangkan 90,7 persen sisanya adalah mobil bensin dan diesel.
"Jika kita lihat, komposisi kendaraan elektrifikasi secara total (HEV, BEV, PHEV) saat ini masih di bawah 10 persen dari total market. Di mana ini menunjukkan banyaknya ruang perkembangan penetrasi kendaraan berteknologi elektrifikasi ke masyarakat, salah satunya hybrid," kata Anton Jimmi.
Menurutnya, menawarkan ragam pilihan elektrifikasi dapat memberikan kemudahan bagi konsumen Indonesia dalam menentukan mobilitas ramah lingkungan. Infrastruktur kendaraan listrik yang belum merata di Indonesia membuat pilihan mobil hybrid sangat cocok untuk konsumen Tanah Air.
"Ketersediaan ragam teknologi elektrifikasi yang tersedia rasanya akan bisa membantu mengakselerasi perkembangan dan adopsinya di Indonesia, memungkinkan kontribusi pengurangan emisi lebih besar," ujar Anton.
"Jadi, melihat opportunity yang ada saat ini kami berharap pemerintah dapat mendukung semua teknologi yang berkontribusi pada pengurangan emisi untuk mencapai netralitas karbon," tuturnya.
Hal tersebut disampaikan langsung oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto di sela Konferensi Pertumbuhan Perekonomian Q2. Airlangga menjelaskan alasan pemerintah tak mewujudkan insentif mobil hybrid karena aturan yang berlaku saat ini sudah cukup untuk mendorong penjualan kendaraan tersebut. Itu berarti belum dibutuhkan kebijakan baru untuk menarik masyarakat untuk memboyong mobil hybrid.
"Kalau kita lihat, penjualan dari mobil hybrid hampir dua kali penjualan BEV. Jadi sebenarnya product hub hybrid itu sudah berjalan dengan mekanisme yang ada sekarang," ujarnya.
Di sisi lain, kebijakan insentif mobil hybrid diyakini bakal meningkatkan angka penjualan kendaraan roda empat itu karena peminatnya cukup besar.
Kendati demikian, salah satu raksasa pabrikan otomotif di Indonesia menyatakan tetap akan mendukung keputusan pemerintah di atas.
"Sebagai perusahaan yang berkomitmen untuk mendukung perkembangan industri otomotif Indonesia, Toyota menghormati keputusan pemerintah dan terus berkomunikasi secara konstruktif dengan pihak berwenang terkait kebijakan maupun regulasi yang ada," kata Marketing Director PT Toyota Astra Motor (TAM) Anton Jimmi Suwandy melalui pesan singkat, Rabu (7/8/2024).
"Tentu regulasi sifatnya dinamis tergantung situasi dan kondisi terbaru," lanjutnya.
Ketua I Gaikindo Jongkie Sugiarto menghormati keputusan pemerintah tidak mengabulkan insentif mobil hybrid. Yang jelas, dengan adanya kepastian ini, maka setiap produsen otomotif harus memutar otak untuk meningkatkan penjualan.
"Ya harus diterima dan para APM harus cari upaya lain untuk dapat meningkatkan angka penjualan," tuturnya.
Sebagai informasi, penjualan mobil hybrid masih mendominasi pangsa pasar Indonesia saat ini. Tercatat pada 2020, jumlah mobil hybrid hanya 1.191 unit. Kemudian pada 2021, meningkat menjadi 2.472 unit. Sementara pada 2022, peningkatannya lebih signifikan lagi mencapai 10.344 unit.
Pada 2023, mobil hybrid kian diminati dengan data wholesales mencapai 54.179 unit. Sedangkan untuk tahun ini, hingga Juni 2024, distribusi mobil hybrid mencapai 25.807 unit.
Untuk periode year-to-date Juni 2024, sebesar 9,3 persen mobil yang dijual di Indonesia merupakan kendaraan elektrifikasi, gabungan antara hybrid dan listrik murni. Sedangkan 90,7 persen sisanya adalah mobil bensin dan diesel.
"Jika kita lihat, komposisi kendaraan elektrifikasi secara total (HEV, BEV, PHEV) saat ini masih di bawah 10 persen dari total market. Di mana ini menunjukkan banyaknya ruang perkembangan penetrasi kendaraan berteknologi elektrifikasi ke masyarakat, salah satunya hybrid," kata Anton Jimmi.
Menurutnya, menawarkan ragam pilihan elektrifikasi dapat memberikan kemudahan bagi konsumen Indonesia dalam menentukan mobilitas ramah lingkungan. Infrastruktur kendaraan listrik yang belum merata di Indonesia membuat pilihan mobil hybrid sangat cocok untuk konsumen Tanah Air.
"Ketersediaan ragam teknologi elektrifikasi yang tersedia rasanya akan bisa membantu mengakselerasi perkembangan dan adopsinya di Indonesia, memungkinkan kontribusi pengurangan emisi lebih besar," ujar Anton.
"Jadi, melihat opportunity yang ada saat ini kami berharap pemerintah dapat mendukung semua teknologi yang berkontribusi pada pengurangan emisi untuk mencapai netralitas karbon," tuturnya.
(msf)