Sejarah IMI yang Lebih Tua dari Sumpah Pemuda dan Boedi Oetomo
loading...

Bambang Soesatyo berpose bersama anggota pengurus pusat Ikatan Motor Indonesia (IMI). Foto/IST
A
A
A
JAKARTA - Wajah baru dan darah-darah muda banyak terlihat di acara pelantikan pengurus pusat Ikatan Motor Indonesia (IMI) Bambang Soesatyo beberapa waktu lalu. Wajah-wajah yang segar yang sebelumnya tidak pernah sama sekali terlihat di setiap pengukuhan Ketua Umum IMI. Sebut saja selebritas muda seperti Atta Halilintar, Gading Martin, Raffi Ahmad, Andre Taulany hingga Teuku Edwyn.
Bahkan sosok Ahmad Sahroni yang merupakan anggota DPR dari Partai Nasdem sekaligus pria yang kerap dijuluki Crazy Rich Priok itu juga ikut ambil bagian dalam organisasi IMI. Kehadiran mereka yang begitu akrab di layar televisi, sosial media dan kanal YouTube itu terlihat berpadu dengan tokoh-tokoh senior di dunia otomotif dan balap nasional seperti Rifat Sungkar, Ananda Mikola hingga Dyan Dilato.
Di bawah kepemimpinan Ketua Umum IMI yang baru, Bambang Soesatyo, acara pengukuhan pengurus pusat itu memang begitu dinamik dan bernyawa bahkan terasa sangat megah. Semegah jas yang sengaja diberikan Bambang Soesatyo kepada seluruh anggota pengurus pusat IMI yang kala itu harus mereka kenakan di acara pengukuhan.
Acara pengukuhan IMI pun jadi pusat pembicaraan bukan hanya karena kehadiran darah-darah muda dan kalangan profesional yang terlibat di dalamnya tapi juga beberapa gimmick yang dilakukan oleh Bambang Soesatyo. Misalnya soft launching motor listrik Bike Smart yang memang diinisiasi oleh Bambang Soesatyo. Tidak main-main Bambang Soesatyo selaku pemodal menargetkan motor listrik itu dijual dengan harga di bawah Rp10 juta.
Bisa dibilang Bambang Soesatyo, sebagai langkah awal, berhasil membuat geliat organisasi motor dan balap nasional yang usianya sudah 115 tahun muncul ke radar pemberitaan. Ya, organisasi IMI memang terbilang sangat tua sejarahnya. Lebih tua dari gerakan Sumpah Pemuda yang lahir 28 Oktober 1928. Lebih tua lagi dari gerakan Boedi Oetomo yang lahir 20 Mei 1908.
Cerita berdirinya IMI memang sangat menarik karena sebagai organisasi usianya sudah sangat tua yakni 115 tahun dan masih terus eksis hingga kini. Lahir pertama kali pada 27 Maret 1906 di Semarang, Jawa Tengah nama pertama yang digunakan IMI adalah Javasche Motor Club (JMC). Saat itu Javasche Motor Club adalah perkumpulan para warga Belanda dan orang-orang elite Indonesia yang memiliki kendaraan bermotor.
Dahulu kala memiliki sepeda motor atau mobil adalah suatu hal yang sangat ekslusif. Orang pertama yang memiliki sepeda motor di Indonesia adalah John C. Potter, masinis pertama di pabrik gula Oemboel Probolinggo, Jawa Timur.Dia memesan sendiri sepeda motor itu ke pabriknya, Hildebrand und Wolfmüller, di Muenchen, Jerman. Begitu juga dengan Pakubuwono X yang membawa Benz Victoria Phaeton langsung dari Jerman.
![Sejarah IMI yang Lebih Tua dari Sumpah Pemuda dan Boedi Oetomo]()
Namun Javasche Motor Club bukanlah hanya organisasi kumpul-kumpul belaka. Mereka mengisi kegiatan mereka dengan membuat peta jalan yang memang sangat berguna buat para pemilik kendaraan bermotor. Edukasi kendaraan melalui buku serta yang paling penting adalah membuat papan jalan serta informasi jalan di daerah-daerah tertentu.
Mengendarai kendaraan bermotor di masa kolonial memang sangat sulit dan sering terjadi kecelakaan. Dari situlah JMC kemudian tergerak membuat sistem pemberian medali bagi para sopir. Medali itu diberikan bagi para sopir yang berhasil mengendarai kendaraan dengan selamat. Untuk mendapatkan medali itu sangat sulit karena tidak boleh mengalami kecelakaan selama sepuluh tahun.
Dan yang menarik, para sopir tersebut bukanlah orang Belanda atau orang Indonesia elite para pemilik kendaraan. Para sopir itu adalah kebanyakan orang Indonesia karena memang para warga Belanda itu memang sungkan memiliki jabatan yang elite dan tidak ingin bekerja keras mengendarai kendaraan bermotor. Bagi para sopir mendapatakan medali dari JMC adalah hal yang sangat membanggakan.
![Sejarah IMI yang Lebih Tua dari Sumpah Pemuda dan Boedi Oetomo]()
Salah satu penerima medali itu adalah Madaroem, sopir pribadi Pakubuwuno X yang mengendarai Benz Victoria Phaeton. Bahkan mereka selalu menandai pemberian medali ini dengan acara syukuran yang selalu dihadiri oleh para peraih medali. Di medali itu Anda akan teringat dengan logo yang ada di IMI sekarang dimana dua orang mengendarai mobil klasik.
![Sejarah IMI yang Lebih Tua dari Sumpah Pemuda dan Boedi Oetomo]()
Kondisi kolonial yang kerap berganti penguasa membuat JMC juga merasakan hal yang sama. Pada Javasche Motor Club dirubah namanya menjadi Het Koningklije Nederlands Indische Motor Club (KNIMC). Kemudian berubah lagi menjadi Indonesische Motor Club (IMC), seiring kuatnya sentimen nasionalisme di Indonesia. Nama itu pun berganti lagi setelah Indonesia merdeka dan Kerajaan Belanda menyerahka kedaulatan kepada Pemerintah Republik Indonesia. Saat itu pemerintah Republik Indonesia mengambilalih IMC yang kemudian pada 1950 berganti nama menjadi Ikatan Motor Indonesia (IMI).
Hingga kini fokus IMI memang tidak pernah berubah sejak pertama kali bernama Javasche Motor Club yakni keselamatan berkendara, ketertiban di jalan raya, hingga menciptakan keamanan lalulintas. Seiring waktu tugasnya pun berkembang termasuk pengawasan jalannya olahraga otomotif nasional serta program-program pariwisata yang khususnya berkaitan dengan olahraga dan otomotif.
Memang seiring perjalanan waktu gelombang kecil dan besar kerap terjadi di tubuh IMI. Hal yang sangat wajar mengingat panjangnya usia IMI serta pentingnya organisasi tersebut. Kini di tangan Bambang Soesatyo wajah segar dan divisi baru dihadirkan di tubuh IMI seperti Divisi Mobilitas. Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) itu terlihat sangat jelas berupaya menggairahkan lagi organisasi IMI yang memang sudah sepantasnya memegang peranan dan kendali penting di dunia otomotif nasional.
Bahkan sosok Ahmad Sahroni yang merupakan anggota DPR dari Partai Nasdem sekaligus pria yang kerap dijuluki Crazy Rich Priok itu juga ikut ambil bagian dalam organisasi IMI. Kehadiran mereka yang begitu akrab di layar televisi, sosial media dan kanal YouTube itu terlihat berpadu dengan tokoh-tokoh senior di dunia otomotif dan balap nasional seperti Rifat Sungkar, Ananda Mikola hingga Dyan Dilato.
Di bawah kepemimpinan Ketua Umum IMI yang baru, Bambang Soesatyo, acara pengukuhan pengurus pusat itu memang begitu dinamik dan bernyawa bahkan terasa sangat megah. Semegah jas yang sengaja diberikan Bambang Soesatyo kepada seluruh anggota pengurus pusat IMI yang kala itu harus mereka kenakan di acara pengukuhan.
Acara pengukuhan IMI pun jadi pusat pembicaraan bukan hanya karena kehadiran darah-darah muda dan kalangan profesional yang terlibat di dalamnya tapi juga beberapa gimmick yang dilakukan oleh Bambang Soesatyo. Misalnya soft launching motor listrik Bike Smart yang memang diinisiasi oleh Bambang Soesatyo. Tidak main-main Bambang Soesatyo selaku pemodal menargetkan motor listrik itu dijual dengan harga di bawah Rp10 juta.
Bisa dibilang Bambang Soesatyo, sebagai langkah awal, berhasil membuat geliat organisasi motor dan balap nasional yang usianya sudah 115 tahun muncul ke radar pemberitaan. Ya, organisasi IMI memang terbilang sangat tua sejarahnya. Lebih tua dari gerakan Sumpah Pemuda yang lahir 28 Oktober 1928. Lebih tua lagi dari gerakan Boedi Oetomo yang lahir 20 Mei 1908.
Cerita berdirinya IMI memang sangat menarik karena sebagai organisasi usianya sudah sangat tua yakni 115 tahun dan masih terus eksis hingga kini. Lahir pertama kali pada 27 Maret 1906 di Semarang, Jawa Tengah nama pertama yang digunakan IMI adalah Javasche Motor Club (JMC). Saat itu Javasche Motor Club adalah perkumpulan para warga Belanda dan orang-orang elite Indonesia yang memiliki kendaraan bermotor.
Dahulu kala memiliki sepeda motor atau mobil adalah suatu hal yang sangat ekslusif. Orang pertama yang memiliki sepeda motor di Indonesia adalah John C. Potter, masinis pertama di pabrik gula Oemboel Probolinggo, Jawa Timur.Dia memesan sendiri sepeda motor itu ke pabriknya, Hildebrand und Wolfmüller, di Muenchen, Jerman. Begitu juga dengan Pakubuwono X yang membawa Benz Victoria Phaeton langsung dari Jerman.

Namun Javasche Motor Club bukanlah hanya organisasi kumpul-kumpul belaka. Mereka mengisi kegiatan mereka dengan membuat peta jalan yang memang sangat berguna buat para pemilik kendaraan bermotor. Edukasi kendaraan melalui buku serta yang paling penting adalah membuat papan jalan serta informasi jalan di daerah-daerah tertentu.
Mengendarai kendaraan bermotor di masa kolonial memang sangat sulit dan sering terjadi kecelakaan. Dari situlah JMC kemudian tergerak membuat sistem pemberian medali bagi para sopir. Medali itu diberikan bagi para sopir yang berhasil mengendarai kendaraan dengan selamat. Untuk mendapatkan medali itu sangat sulit karena tidak boleh mengalami kecelakaan selama sepuluh tahun.
Dan yang menarik, para sopir tersebut bukanlah orang Belanda atau orang Indonesia elite para pemilik kendaraan. Para sopir itu adalah kebanyakan orang Indonesia karena memang para warga Belanda itu memang sungkan memiliki jabatan yang elite dan tidak ingin bekerja keras mengendarai kendaraan bermotor. Bagi para sopir mendapatakan medali dari JMC adalah hal yang sangat membanggakan.

Salah satu penerima medali itu adalah Madaroem, sopir pribadi Pakubuwuno X yang mengendarai Benz Victoria Phaeton. Bahkan mereka selalu menandai pemberian medali ini dengan acara syukuran yang selalu dihadiri oleh para peraih medali. Di medali itu Anda akan teringat dengan logo yang ada di IMI sekarang dimana dua orang mengendarai mobil klasik.

Kondisi kolonial yang kerap berganti penguasa membuat JMC juga merasakan hal yang sama. Pada Javasche Motor Club dirubah namanya menjadi Het Koningklije Nederlands Indische Motor Club (KNIMC). Kemudian berubah lagi menjadi Indonesische Motor Club (IMC), seiring kuatnya sentimen nasionalisme di Indonesia. Nama itu pun berganti lagi setelah Indonesia merdeka dan Kerajaan Belanda menyerahka kedaulatan kepada Pemerintah Republik Indonesia. Saat itu pemerintah Republik Indonesia mengambilalih IMC yang kemudian pada 1950 berganti nama menjadi Ikatan Motor Indonesia (IMI).
Hingga kini fokus IMI memang tidak pernah berubah sejak pertama kali bernama Javasche Motor Club yakni keselamatan berkendara, ketertiban di jalan raya, hingga menciptakan keamanan lalulintas. Seiring waktu tugasnya pun berkembang termasuk pengawasan jalannya olahraga otomotif nasional serta program-program pariwisata yang khususnya berkaitan dengan olahraga dan otomotif.
Memang seiring perjalanan waktu gelombang kecil dan besar kerap terjadi di tubuh IMI. Hal yang sangat wajar mengingat panjangnya usia IMI serta pentingnya organisasi tersebut. Kini di tangan Bambang Soesatyo wajah segar dan divisi baru dihadirkan di tubuh IMI seperti Divisi Mobilitas. Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) itu terlihat sangat jelas berupaya menggairahkan lagi organisasi IMI yang memang sudah sepantasnya memegang peranan dan kendali penting di dunia otomotif nasional.
(wsb)