Yamaha RX King, Cerita Sang Raja Jalanan yang Punya Fans Militan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Motor Yamaha RX King tidak sembarangan disebut sebagai raja jalanan. Penggemarnya yang militan bahkan kerap jadi cerita tersendiri yang sangat menarik.
Sebut saja pengalaman unik yang dialami Agung, warga Baturraden, Purwokerto, yang pernah memiliki Yamaha RX King model tahun 1997. Sekitar tahun 2000-an dia pernah mengendarai motor kesayangannya itu dari Purwokerto ke Yogyakarta.
Saat berada di jalan Purworejo menuju Yogyakarta dia sempat beristirahat di sebuah warung makan. Di warung makan itulah dia kemudian bertemu dengan seorang warga Purworejo yang sangat tertarik dengan motor yang dia kendarai.
"Waktu itu dia langsung nawar motor yang saya kendarai. Saya langsung goyah karena ditawar dengan harga menarik," kenangnya.
Setelah deal, Agung justru meneruskan perjalanannya ke Yogyakarta dengan menggunakan bus antar kota. "Saya pikir saya sudah berpisah dengan motor kesayangan saya," ucapnya.
Uniknya lebih dari dua dekade berjalan, Agung justru tidak percaya bisa bertemu lagi dengan motor kesayangannya itu. Ternyata pria yang dia temui di Purworejo itu tidak menjual lagi motor yang mereka jual-belikan di sebuah warung di kawasan Purworejo itu.
Saat itu dia bertemu pemilik motor lamanya di akun Facebook penggemar Yamaha RX King. Dari situ dia bisa mengenali motor kesayangannya. Dia pun mencoba membeli kembali motor legendaris dari Yamaha itu.
Jodoh tidak kemana, si pemilik motor akhirnya setuju menerima tawaran Agung agar bisa memiliki kembali motor tersebut. "Saya rasa ini terjadi karena memang semua pemilik motor Yamaha RX King sayang banget sama motornya," jelas Agung.
Militansi tingkat tinggi itu kemudian jadi ciri khas pemilik dan penggemar Yamaha RX King. Mereka begitu sayang dan mencintai motor yang sempat dikenal sebagai motor jambret tersebut.
Sejarah yang panjang memang jadi faktor utama mengapa Yamaha RX King begitu dicintai. Apalagi sejak pertama kali hadir di tanah air, sedikit banyak masyarakat Indonesia memiliki peranan dalam hadirnya Yamaha RX-King.
Sejatinya Yamaha RX-King datang ke Indonesia pada tahun 1980-an melalui produk Yamaha RX-K. Sayangnya motor tersebut tidak bertahan lama karena memang diimpor utuh dari Jepang.
Di waktu yang bersamaan, dengan hadirnya Yamaha RX-K di Indonesia, tiga konseptor asal Jepang Nobuo Aoshima, Chikao Kimata dan Motoaki Hyodo mencoba mengembangkan motor itu agar bisa memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia. Dari situ mereka tahu kalau motor yang dibutuhkan adalah motor yang gagah, tidak boros bahan bakar dan powerful di putaran rendah.
Berbasis masukan itu, RX-King dirilis di 1983 dengan teknologi Yamaha Energy Induction System (YEIS). Tampang yang lebih gagah pun diwujudkan dengan desain yang lebih modern. Tangki bersudut, dengan lampu kotak, serta setang tinggi berjuluk kobra lantaran bentuknya.
Mesin 135 cc dengan konfigurasi 2 langkah (2-tak) dijadikan andalan. Meski saat itu, kompetitor, Honda menjagokan GL-Series dengan dapur pacu 4-tak, Yamaha sukses menjadikan RX-King berkarakter.
Proses penciptaan tenaga yang lebih cepat karena hanya membutuhkan dua langkah untuk menjadikan grafik tenaganya mudah memuncak.Dapur pacu itu tetap bertahan cukup lama bahkan jadi karakter tersendiri Yamaha RX King.
Baru saat isu dan emisi regulasi muncul di 2006, Yamaha langsung memutar otak agar motor kesayangan itu tetap bertahan. Pabrikan motor yang berbasis di Pulogadung, Jakarta Timur itu kemudian merilis New Yamaha RX-King. Mesinnya tetap sama, hanya saja proses pengolahan gas buang diperbaiki. Knalpotnya sudah diberi catalytic converter untuk mereduksi emisi.
Asapnya pun di era itu sudah berkurang. Tak sedikit khalayak yang menyindirnya sebagai RX-King 4 tak. Apalagi fisiknya juga berbeda. Lampu bulat menjadi rumah pencahayaan utama, menggantikan lampu kotak yang menemani lebih dari 20 tahun.
Sayang perubahan itu tidak mampu menyentuh hati penggemar Yamaha RX King edisi lawas. Minimnya penjualan dan emisi regulasi yang semakin ketat membuat Yamaha akhirnya dengan terpaksa menyuntik mati Yamaha RX King.
Walau demikian, untuk mengenang legendanya, Yamaha masih sempat mengeluarkan Yamaha RX King limited edition. Ini sekaligus untuk menandai kiprahnya di jagat sepeda motor selama 30 tahun. "Jumlahnya sangat terbatas tidak sampai 100 unit saja dan ini menghabiskan stok yang ada,” ujar Dyonisius Beti, Vice President PT Yamaha Indonesia Motor Manufacturing (YIMM) kala itu.
Meski mengucap selamat tinggal Yamaha tidak akan pernah lupa dengan Yamaha RX King. Sejak kelahirannya di tahun 1980 sampai Februari 2009 penjualan Yamaha RX King sudah menembus 1 juta unit.
Sejarah dan kedekatan itulah yang akhirnya membuat Yamaha RX King memiliki penggemar yang militan. Agung dari Purwokerto bukan satu-satunya pemilik Yamaha RX King dengan cerita yang menarik.
Di luar sana setiap pemilik Yamaha RX King punya ceritanya masing-masing. Hanya saja di sisi lain ada juga yang militansinya kebablasan. Saking cintanya banyak penggemar Yamaha RX King langsung tersulut ketika motor kesayangan mereka diledek dan diusik.
Seperti yang pernah dialami oleh kreator konten Ronald Sinaga yang pernah membuat konten yang dianggap menghina Yamaha RX King. Saat itu beberapa penggemar Yamaha RX King melakukan upaya persekusi kepada Ronald Sinaga. Untungnya cerita itu tidak berlanjut panjang hingga hingga tidak merugikan kedua belah pihak.
Fanatisme yang terlalu besar itu dari sisi psikologis memang sebenarnya perlu dicermati dengan khusus. Pasalnya fanatik justru kerap diasosiasikan pada kepentingan eksistensi.
Sebut saja pengalaman unik yang dialami Agung, warga Baturraden, Purwokerto, yang pernah memiliki Yamaha RX King model tahun 1997. Sekitar tahun 2000-an dia pernah mengendarai motor kesayangannya itu dari Purwokerto ke Yogyakarta.
Saat berada di jalan Purworejo menuju Yogyakarta dia sempat beristirahat di sebuah warung makan. Di warung makan itulah dia kemudian bertemu dengan seorang warga Purworejo yang sangat tertarik dengan motor yang dia kendarai.
"Waktu itu dia langsung nawar motor yang saya kendarai. Saya langsung goyah karena ditawar dengan harga menarik," kenangnya.
Setelah deal, Agung justru meneruskan perjalanannya ke Yogyakarta dengan menggunakan bus antar kota. "Saya pikir saya sudah berpisah dengan motor kesayangan saya," ucapnya.
Uniknya lebih dari dua dekade berjalan, Agung justru tidak percaya bisa bertemu lagi dengan motor kesayangannya itu. Ternyata pria yang dia temui di Purworejo itu tidak menjual lagi motor yang mereka jual-belikan di sebuah warung di kawasan Purworejo itu.
Saat itu dia bertemu pemilik motor lamanya di akun Facebook penggemar Yamaha RX King. Dari situ dia bisa mengenali motor kesayangannya. Dia pun mencoba membeli kembali motor legendaris dari Yamaha itu.
Jodoh tidak kemana, si pemilik motor akhirnya setuju menerima tawaran Agung agar bisa memiliki kembali motor tersebut. "Saya rasa ini terjadi karena memang semua pemilik motor Yamaha RX King sayang banget sama motornya," jelas Agung.
Militansi tingkat tinggi itu kemudian jadi ciri khas pemilik dan penggemar Yamaha RX King. Mereka begitu sayang dan mencintai motor yang sempat dikenal sebagai motor jambret tersebut.
Sejarah yang panjang memang jadi faktor utama mengapa Yamaha RX King begitu dicintai. Apalagi sejak pertama kali hadir di tanah air, sedikit banyak masyarakat Indonesia memiliki peranan dalam hadirnya Yamaha RX-King.
Sejatinya Yamaha RX-King datang ke Indonesia pada tahun 1980-an melalui produk Yamaha RX-K. Sayangnya motor tersebut tidak bertahan lama karena memang diimpor utuh dari Jepang.
Di waktu yang bersamaan, dengan hadirnya Yamaha RX-K di Indonesia, tiga konseptor asal Jepang Nobuo Aoshima, Chikao Kimata dan Motoaki Hyodo mencoba mengembangkan motor itu agar bisa memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia. Dari situ mereka tahu kalau motor yang dibutuhkan adalah motor yang gagah, tidak boros bahan bakar dan powerful di putaran rendah.
Berbasis masukan itu, RX-King dirilis di 1983 dengan teknologi Yamaha Energy Induction System (YEIS). Tampang yang lebih gagah pun diwujudkan dengan desain yang lebih modern. Tangki bersudut, dengan lampu kotak, serta setang tinggi berjuluk kobra lantaran bentuknya.
Mesin 135 cc dengan konfigurasi 2 langkah (2-tak) dijadikan andalan. Meski saat itu, kompetitor, Honda menjagokan GL-Series dengan dapur pacu 4-tak, Yamaha sukses menjadikan RX-King berkarakter.
Proses penciptaan tenaga yang lebih cepat karena hanya membutuhkan dua langkah untuk menjadikan grafik tenaganya mudah memuncak.Dapur pacu itu tetap bertahan cukup lama bahkan jadi karakter tersendiri Yamaha RX King.
Baru saat isu dan emisi regulasi muncul di 2006, Yamaha langsung memutar otak agar motor kesayangan itu tetap bertahan. Pabrikan motor yang berbasis di Pulogadung, Jakarta Timur itu kemudian merilis New Yamaha RX-King. Mesinnya tetap sama, hanya saja proses pengolahan gas buang diperbaiki. Knalpotnya sudah diberi catalytic converter untuk mereduksi emisi.
Asapnya pun di era itu sudah berkurang. Tak sedikit khalayak yang menyindirnya sebagai RX-King 4 tak. Apalagi fisiknya juga berbeda. Lampu bulat menjadi rumah pencahayaan utama, menggantikan lampu kotak yang menemani lebih dari 20 tahun.
Sayang perubahan itu tidak mampu menyentuh hati penggemar Yamaha RX King edisi lawas. Minimnya penjualan dan emisi regulasi yang semakin ketat membuat Yamaha akhirnya dengan terpaksa menyuntik mati Yamaha RX King.
Walau demikian, untuk mengenang legendanya, Yamaha masih sempat mengeluarkan Yamaha RX King limited edition. Ini sekaligus untuk menandai kiprahnya di jagat sepeda motor selama 30 tahun. "Jumlahnya sangat terbatas tidak sampai 100 unit saja dan ini menghabiskan stok yang ada,” ujar Dyonisius Beti, Vice President PT Yamaha Indonesia Motor Manufacturing (YIMM) kala itu.
Meski mengucap selamat tinggal Yamaha tidak akan pernah lupa dengan Yamaha RX King. Sejak kelahirannya di tahun 1980 sampai Februari 2009 penjualan Yamaha RX King sudah menembus 1 juta unit.
Sejarah dan kedekatan itulah yang akhirnya membuat Yamaha RX King memiliki penggemar yang militan. Agung dari Purwokerto bukan satu-satunya pemilik Yamaha RX King dengan cerita yang menarik.
Di luar sana setiap pemilik Yamaha RX King punya ceritanya masing-masing. Hanya saja di sisi lain ada juga yang militansinya kebablasan. Saking cintanya banyak penggemar Yamaha RX King langsung tersulut ketika motor kesayangan mereka diledek dan diusik.
Seperti yang pernah dialami oleh kreator konten Ronald Sinaga yang pernah membuat konten yang dianggap menghina Yamaha RX King. Saat itu beberapa penggemar Yamaha RX King melakukan upaya persekusi kepada Ronald Sinaga. Untungnya cerita itu tidak berlanjut panjang hingga hingga tidak merugikan kedua belah pihak.
Fanatisme yang terlalu besar itu dari sisi psikologis memang sebenarnya perlu dicermati dengan khusus. Pasalnya fanatik justru kerap diasosiasikan pada kepentingan eksistensi.
(wsb)