Teknologi Norwegia Akan Sulap Gurun Pasir Jadi Lahan Pertanian
Sabtu, 15 Agustus 2020 - 07:06 WIB
DUBAI - Sejak awal Maret lalu sekelompok peneliti asal Norwegia yang mendirikan perusahaan rintisan, Desert Control, tiba di Dubai, Uni Emirat Arab (UEA). Mimpi mereka adalah menanam semangka dan berbagai sayuran serta tanaman lain di gurun pasir. Ambisi mereka terlihat mustahil. Tapi, lima bulan kemudian gurun pasir di Dubai pun disulap menjadi kebun pertanian nan hijau dan menghasilkan buah serta sayuran segar.
Memang menjadi tantangan tersendiri mengubah gurun pasir menjadi ladang pertanian di UEA. Apalagi, temperatur yang panas dan air yang sangat terbatas. Ditambah dengan perubahan iklim yang menjadikan cuaca semakin berubah-ubah. Apalagi, di UEA hanya memiliki 12 hari turun hujan.
Para ilmuwan asal Norwegia itu menemukan suatu konsep penemuan bernama ”liquid nanoclay” yang dibuat hanya dari air dan tanah liat. Formula yang disemprotkan di atas gurun pasir itu mampu menyatu dengan partikel pasir dan memperkaya nutrisi di gurun pasir. Liquid Nanoclay juga bisa meningkatkan kesuburan dan mengurangi penggunaan air lebih dari separuhnya. Liquid nanoclay itu ditemukan ilmuwan Norwegia Kristian Oleson pada pertengahan 2000. (Baca: UEA Aktifkan Pembangkit ListrikTenaga Nuklir Pertama di Dunia Arab)
Temuan itu dikembangkan Desert Control dan disebarkan ke berbagai penjuru dunia, termasuk Dubai. “Teknologi itu mampu mengubah tanah liat menjadi cairan sehingga kebutuhan air semakin sedikit,” kata CEO Desert Control, Ole Kristian Sivertsen, dilansir CNN.
Menjadikan gurun pasir menjadi ladang pertanian merupakan prioritas utama bagi UEA . Pemerintah UEA ingin meningkatkan ketahanan pangan. Saat ini negara itu mengimpor 90% produk makanan dari luar negeri. Pada 2018, Desert Control bermitra dengan International Center for Biosaline Agriculture (ICBA) Dubai untuk memulai pembangunan laboratorium dan uji lapangan.
Dikarenakan pandemi corona, laboratorium pun ditutup, tetapi ladang pertanian tumbuh dengan bagus. “Jika kita melihat hasilnya positif, kita akan memiliki banyak sayuran. Itu akan membantu negara mengembangkan pertanian di negara yang berbasis gurun,” kata Direktur Jenderal ICBA Ismahane Elouafi.
Proyek mengubah gurun menjadi ladang pertanian atau perkebunan memang menjadi tren global. Inovasi itu bertujuan untuk meningkatkan suplai makanan di banyak negara. “Itu merupakan inovasi yang tidak biasa,” kata Jacqueline Hannam, ilmuwan tanah dari Universitas Cranfield di Inggris. (Baca juga: Ilmuwan Jepang Bangunkan Mikroba yang Tertidur Selama 100 Juta Tahun)
Tanah yang kaya tanah liat mengandung banyak nutrisi dan air, tetapi bisa mengurangi kebutuhan irigasi. Namun, Hannam mengungkapkan, ekosistem gurun memang rawan. “Jika kamu menanam sesuatu yang berbeda dengan ekosistem gurun, maka itu akan menjadi hal yang tidak normal,” katanya.
Selain itu, Abu Dhabi, UEA , juga tidak ingin kalah untuk mengembangkan pertanian cerdas untuk memasok kebutuhan pangan. Mereka menggandeng Pure Harvest Smart Farms untuk mengembangkan ladang pertanian di gurun dengan sistem vertikal.
“Ketika saya mengatakan kepada banyak orang bahwa saya akan menanam tomat di gurun, mereka berpikir saya gila,” kata Sky Kurtz, pendiri Pure Harvest Smart Farms, kepada DW. Kurtz merupakan salah satu wirausaha yang menggunakan teknologi pertanian berteknologi tinggi untuk meningkatkan produksi bahan pangan di UEA . (Lihat videonya: Aksi Begal Asusila di Padang, Korban Mengalami Trauma)
Pure Harvest membangun greenhouse pertama di Abu Dhabi pada 2017. Investasi yang digelontorkan pemerintahan Abu Dubai mencapai jutaan dolar untuk mengembangkan pertanian vertikal. Untuk mengontrol iklim mereka menggunakan pencahayaan LED dengan sistem pengairan kabuet dan tetes. (Andika H Mustaqim)
Memang menjadi tantangan tersendiri mengubah gurun pasir menjadi ladang pertanian di UEA. Apalagi, temperatur yang panas dan air yang sangat terbatas. Ditambah dengan perubahan iklim yang menjadikan cuaca semakin berubah-ubah. Apalagi, di UEA hanya memiliki 12 hari turun hujan.
Para ilmuwan asal Norwegia itu menemukan suatu konsep penemuan bernama ”liquid nanoclay” yang dibuat hanya dari air dan tanah liat. Formula yang disemprotkan di atas gurun pasir itu mampu menyatu dengan partikel pasir dan memperkaya nutrisi di gurun pasir. Liquid Nanoclay juga bisa meningkatkan kesuburan dan mengurangi penggunaan air lebih dari separuhnya. Liquid nanoclay itu ditemukan ilmuwan Norwegia Kristian Oleson pada pertengahan 2000. (Baca: UEA Aktifkan Pembangkit ListrikTenaga Nuklir Pertama di Dunia Arab)
Temuan itu dikembangkan Desert Control dan disebarkan ke berbagai penjuru dunia, termasuk Dubai. “Teknologi itu mampu mengubah tanah liat menjadi cairan sehingga kebutuhan air semakin sedikit,” kata CEO Desert Control, Ole Kristian Sivertsen, dilansir CNN.
Menjadikan gurun pasir menjadi ladang pertanian merupakan prioritas utama bagi UEA . Pemerintah UEA ingin meningkatkan ketahanan pangan. Saat ini negara itu mengimpor 90% produk makanan dari luar negeri. Pada 2018, Desert Control bermitra dengan International Center for Biosaline Agriculture (ICBA) Dubai untuk memulai pembangunan laboratorium dan uji lapangan.
Dikarenakan pandemi corona, laboratorium pun ditutup, tetapi ladang pertanian tumbuh dengan bagus. “Jika kita melihat hasilnya positif, kita akan memiliki banyak sayuran. Itu akan membantu negara mengembangkan pertanian di negara yang berbasis gurun,” kata Direktur Jenderal ICBA Ismahane Elouafi.
Proyek mengubah gurun menjadi ladang pertanian atau perkebunan memang menjadi tren global. Inovasi itu bertujuan untuk meningkatkan suplai makanan di banyak negara. “Itu merupakan inovasi yang tidak biasa,” kata Jacqueline Hannam, ilmuwan tanah dari Universitas Cranfield di Inggris. (Baca juga: Ilmuwan Jepang Bangunkan Mikroba yang Tertidur Selama 100 Juta Tahun)
Tanah yang kaya tanah liat mengandung banyak nutrisi dan air, tetapi bisa mengurangi kebutuhan irigasi. Namun, Hannam mengungkapkan, ekosistem gurun memang rawan. “Jika kamu menanam sesuatu yang berbeda dengan ekosistem gurun, maka itu akan menjadi hal yang tidak normal,” katanya.
Selain itu, Abu Dhabi, UEA , juga tidak ingin kalah untuk mengembangkan pertanian cerdas untuk memasok kebutuhan pangan. Mereka menggandeng Pure Harvest Smart Farms untuk mengembangkan ladang pertanian di gurun dengan sistem vertikal.
“Ketika saya mengatakan kepada banyak orang bahwa saya akan menanam tomat di gurun, mereka berpikir saya gila,” kata Sky Kurtz, pendiri Pure Harvest Smart Farms, kepada DW. Kurtz merupakan salah satu wirausaha yang menggunakan teknologi pertanian berteknologi tinggi untuk meningkatkan produksi bahan pangan di UEA . (Lihat videonya: Aksi Begal Asusila di Padang, Korban Mengalami Trauma)
Pure Harvest membangun greenhouse pertama di Abu Dhabi pada 2017. Investasi yang digelontorkan pemerintahan Abu Dubai mencapai jutaan dolar untuk mengembangkan pertanian vertikal. Untuk mengontrol iklim mereka menggunakan pencahayaan LED dengan sistem pengairan kabuet dan tetes. (Andika H Mustaqim)
(ysw)
tulis komentar anda