Benarkah Terapi Plasma Konvalesen Manjur sebagai Vaksin Pasif dan Obat?
loading...
A
A
A
JAKARTA - Di tengah pandemik virus Corona, dr Theresia Monica Rahardjo SpAn KIK M.Si dari Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha (FK UKM)/RSGM Bandung mengklaim berhasil menemukan salah satu cara untuk "menaklukan" COVID-19. Cara itu adalah Terapi Plasma Konvalesen (TPK).
"Untuk mengetahui apa itu Terapi Plasma Konvalesen (TPK) dan bagaimana TPK bekerja, benarkah TPK bisa menaklukan virus mematikan Covid-19? Saksikan obrolan saya dengan sahabat dr Theresia Monica Rahardjo secara lengkap di live instagram @sonia wibisono official, hari ini, Senin 27 April 2020, pukul 19.00 WIB," ajak influencer, dr Sonia Wibisono kepada pers melalui video call di Jakarta, Senin (27/4/2020).
Materi live instagram tersebut juga akan ditayangkan di kanal YouTube Sonia Wibisono setelah acara selesai. Menurut Sonia, TPK merupakan salah satu bentuk vaksinasi pasif yang bisa membunuh virus. TPK pernah diterapkan dalam mengatasi penyakit akibat virus Ebola. Bahkan, pada 2014, WHO merekomendasikan TPK sebagai cara efektif untuk menaklukkan virus mematikan ini.
"Jadi TPK pernah diterapkan untuk mengatasi wabah SARS, Ebola, H1N1 dan MERS. Penelitian-penelitian yang telah dilakukan menunjukkan TPK pada penyakit-penyakit tersebut memberikan hasil yang cukup baik terutama bagi pasien dengan gejala berat sampai kritis," katanya lagi.
Lebih lanjut Sonia mengatakan, TPK pada penderita COVID-19 saat ini sudah dilakukan di China, tepatnya pada saat wabah meledak. Dalam beberapa penelitian awal menunjukkan pemberian plasma konvalesen dari pasien yang sudah sembuh dapat meringankan gejala dan mempercepat penyembuhan pasien yang masih menderita penyakit tersebut.
"Kabarnya Food and Drug Administration (FDA) di Amerika Serikat telah memberikan izin dan mengeluarkan persyaratan bagi donor pemberi plasma konvalesen dan resipien penerimanya. Karena sampai saat ini belum ditemukan obat yang dirasakan sesuai untuk COVID-19. Sampai ditemukannya vaksin Corona, TPK merupakan jalan untuk mendapatkan kekebalan langsung terhadap penyakit ini," klaimnya.
Dalam terapi ini juga harus mengikuti beberapa tahapan yang dibutuhkan untuk mendapatkan dan mengumpulkan plasma konvalesen dari pasien COVID-19 yang sembuh. Untuk kemudian memberikannya kepada pasien yang membutuhkan.
"Perlu identifikasi pasien Covid-19 yang sudah sembuh sebagai calon donor, informed consent dan seleksi donor, identifikasi golongan darah dan skrining terhadap infeksi menular lewat transfusi darah (IMLTD), pengambilan darah dan penanganan donor, pelabelan, penyimpanan dan koleksi data pada pelayanan transfusi darah, sangat informed bagi penerima TPK, termasuk pemeriksaan pratransfusi serta penyimpanan dan transportasi plasma konvalesen ke lokasi transfusi," papar Sonia.
Donor yang sesuai pun, lanjut Sonia, harus memenuhi beberapa syarat. Pertama, sebelumnya telah didiagnosis positif COVID-19 melalui hasil pemeriksaan laboratorium standar. Kedua, resolusi gejala secara menyeluruh minimal 14 hari sebelum donasi plasma.
Lalu ketiga, donor perempuan harus negatif terhadap antibodi HLA (jika tidak tersedia pemeriksaan antibodi HLA dapat dari perempuan yang belum pernah hamil) atau donor pria. Keempat, hasil negatif Covid-19 baik dari satu atau lebih hapusan nasofaring dan orofaring. Kelima, menentukan titer antibodi dan antibodi netralisasi SARS-CoV-2 bila memungkinkan (titer optimal antibodi >1:320 dan titer antibodi neutralisasi >1:80).
"Menurut keterangan singkat dokter Theresia, bila seseorang sudah diidentifikasi sebagai calon donor maka harus diberikan penjelasan mengenai kenapa plasmanya diperlukan sebagai terapi penderita," ucapnya.
"Buat semua yang sudah sembuh dari COVID-19 mohon dengan sangat tergerak hatinya menjadi donor plasma di RSPAD, karena banyak pasien kritis yang sangat membutuhkan. Bisa donor, terutama wanita yang belum punya anak (karena masalah HLA yang bisa ditolak oleh badan penerima donor) atau laki laki. Karena kalau stok donor plasma cukup, maka bukan tidak mungkin Indonesia segera bebas dari virus Corona," pinta Sonia.
"Untuk mengetahui apa itu Terapi Plasma Konvalesen (TPK) dan bagaimana TPK bekerja, benarkah TPK bisa menaklukan virus mematikan Covid-19? Saksikan obrolan saya dengan sahabat dr Theresia Monica Rahardjo secara lengkap di live instagram @sonia wibisono official, hari ini, Senin 27 April 2020, pukul 19.00 WIB," ajak influencer, dr Sonia Wibisono kepada pers melalui video call di Jakarta, Senin (27/4/2020).
Materi live instagram tersebut juga akan ditayangkan di kanal YouTube Sonia Wibisono setelah acara selesai. Menurut Sonia, TPK merupakan salah satu bentuk vaksinasi pasif yang bisa membunuh virus. TPK pernah diterapkan dalam mengatasi penyakit akibat virus Ebola. Bahkan, pada 2014, WHO merekomendasikan TPK sebagai cara efektif untuk menaklukkan virus mematikan ini.
"Jadi TPK pernah diterapkan untuk mengatasi wabah SARS, Ebola, H1N1 dan MERS. Penelitian-penelitian yang telah dilakukan menunjukkan TPK pada penyakit-penyakit tersebut memberikan hasil yang cukup baik terutama bagi pasien dengan gejala berat sampai kritis," katanya lagi.
Lebih lanjut Sonia mengatakan, TPK pada penderita COVID-19 saat ini sudah dilakukan di China, tepatnya pada saat wabah meledak. Dalam beberapa penelitian awal menunjukkan pemberian plasma konvalesen dari pasien yang sudah sembuh dapat meringankan gejala dan mempercepat penyembuhan pasien yang masih menderita penyakit tersebut.
"Kabarnya Food and Drug Administration (FDA) di Amerika Serikat telah memberikan izin dan mengeluarkan persyaratan bagi donor pemberi plasma konvalesen dan resipien penerimanya. Karena sampai saat ini belum ditemukan obat yang dirasakan sesuai untuk COVID-19. Sampai ditemukannya vaksin Corona, TPK merupakan jalan untuk mendapatkan kekebalan langsung terhadap penyakit ini," klaimnya.
Dalam terapi ini juga harus mengikuti beberapa tahapan yang dibutuhkan untuk mendapatkan dan mengumpulkan plasma konvalesen dari pasien COVID-19 yang sembuh. Untuk kemudian memberikannya kepada pasien yang membutuhkan.
"Perlu identifikasi pasien Covid-19 yang sudah sembuh sebagai calon donor, informed consent dan seleksi donor, identifikasi golongan darah dan skrining terhadap infeksi menular lewat transfusi darah (IMLTD), pengambilan darah dan penanganan donor, pelabelan, penyimpanan dan koleksi data pada pelayanan transfusi darah, sangat informed bagi penerima TPK, termasuk pemeriksaan pratransfusi serta penyimpanan dan transportasi plasma konvalesen ke lokasi transfusi," papar Sonia.
Donor yang sesuai pun, lanjut Sonia, harus memenuhi beberapa syarat. Pertama, sebelumnya telah didiagnosis positif COVID-19 melalui hasil pemeriksaan laboratorium standar. Kedua, resolusi gejala secara menyeluruh minimal 14 hari sebelum donasi plasma.
Lalu ketiga, donor perempuan harus negatif terhadap antibodi HLA (jika tidak tersedia pemeriksaan antibodi HLA dapat dari perempuan yang belum pernah hamil) atau donor pria. Keempat, hasil negatif Covid-19 baik dari satu atau lebih hapusan nasofaring dan orofaring. Kelima, menentukan titer antibodi dan antibodi netralisasi SARS-CoV-2 bila memungkinkan (titer optimal antibodi >1:320 dan titer antibodi neutralisasi >1:80).
"Menurut keterangan singkat dokter Theresia, bila seseorang sudah diidentifikasi sebagai calon donor maka harus diberikan penjelasan mengenai kenapa plasmanya diperlukan sebagai terapi penderita," ucapnya.
"Buat semua yang sudah sembuh dari COVID-19 mohon dengan sangat tergerak hatinya menjadi donor plasma di RSPAD, karena banyak pasien kritis yang sangat membutuhkan. Bisa donor, terutama wanita yang belum punya anak (karena masalah HLA yang bisa ditolak oleh badan penerima donor) atau laki laki. Karena kalau stok donor plasma cukup, maka bukan tidak mungkin Indonesia segera bebas dari virus Corona," pinta Sonia.
(iqb)