E-sport Makin Digdaya
loading...
A
A
A
LONDON - E-sport menjadi fenomena global dalam beberapa tahun terakhir. Saat ini e-sport sudah menjadi industri raksasa dengan nilai mencapai USD1 miliar (sekitar Rp14,6 triliun). Berbagai pengembang games kini berlomba untuk memproduksi beraneka games karena tuntutan e-sport. Sebut saja Electronic Arts, Blizzard Activision, hingga Codemasters telah menginvestasikan dana besar untuk kompetisi mereka. Brand besar yang juga ikut bermain pada e-sport adalah Intel, Red Bull, Dell, dan Acer.
Nilai ekonomi e-sport memang menjanjikan. Pada 2015 misalnya SuperData Research melaporkan industri e-sport telah menghasilkan pendapatan USD748,8 juta (Rp10,9 triliun). Asia menjadi pasar utama e-sport dengan pendapatan mencapai USD321 juta (Rp4,69 triliun). Kemudian pada 2018, pendapatan e-sport secara global bisa mencapai USD1,9 miliar (Rp27,8 triliun).
Bagaimana pada 2019? Laporan dan kajian Green Man Gaming menyatakan pertumbuhan global e-sport telah melebihi USD1 miliar (14,6 triliun) dengan jumlah penonton mencapai lebih dari 443 juta orang di seluruh dunia. Itu menunjukkan e-sport sudah memiliki lebih banyak penonton dibandingkan American Footbal. Pada 2020, jumlah penonton e-sport mencapai 645 juta orang. Jika ditotal selama tiga tahun, pendapatan e-sport sudah mencapai USD2,3 miliar (Rp33,7 triliun). Itu berarti lebih baik dibandingkan Formula 1 dan Liga Champions.
Ian McGregor dari Green Man Gaming mengungkapkan, e-sport menjadi fenomena dengan ledakan dahsyat. “Industri e-sport sudah menarik perhatian. Banyak penggemarnya. Satu stadion bisa dipadati penonton e-sport,” kata McGregor, dilansir Forbes. (Baca: Masuk di Grup E, Indonesia Tampil di Piala Dunia FIFA 2020)
Sementara pasar e-sport di Eropa dalam laporan terbaru konsultan ekonomi global, Deloitte, menyatakan sudah mencapai 240 juta euro (sekitar Rp4,15 triliun) dengan potensi meraih 670 juta euro (Rp11,6 triliun) pada 2023. Jumlah penonton e-sport global telah mencapai 380 juta orang dengan 86 juta orang berada di Eropa. Deloitte juga memprediksi pertumbuhan pasar e-sport akan meningkat 23% pada lima tahun mendatang dengan jumlah penonton mencapai 105 juta orang.
Manajer Kelompok Bisnis Deloitte Sam Boor mengatakan, e-sport menarik banyak investasi dari klub sepak bola dan investor dengan alasan yang prospektif. “Penonton e-sport didominasi anak muda dan konsumen yang paham teknologi,” katanya.
E-sport juga memberikan harapan bagi para pemainnya. League of Legends Championship Series dan League of Legends Champions Korea menawarkan gaji bagi para pemainnya. Namun, saat ini banyak pemain e-sport lebih memilih bermain secara online streaming karena bisa mengatur jadwalnya sendiri. Mereka juga bisa mengikuti turnamen internasional dengan hadiah mencapai USD10 juta (Rp146,3 miliar) bagi pemenangnya. Mereka pun bisa meraih stabilitas keuangan.
Apalagi banyak permainan e-sport kerap ditayangkan di YouTube dan Twitch secara langsung. Mereka juga bisa mendapatkan sponsor dengan transaksi yang menggiurkan. Menjadikan e-sport sebagai karier pun kini semakin menjanjikan.
Itu sangat kontras dengan masa lalu di mana jika ingin mendapatkan uang dari video games, maka orang harus membuatnya dan menjualnya. Tapi, kini dengan menjadi pemain e-sport justru menghasilkan banyak uang. Melansir E-sport Insider, kesempatan bekerja di sektor e-sport meningkat 185% pada semester pertama 2019 dibandingkan periode sama pada 2018. Itu menjadikan pasar e-sport pun tumbuh besar di Amerika Utara, Eropa, dan sebagian Asia. (Baca juga: Malaikat Agung Islam Dijadikan Nama Sepatu, Kanye West Dihujat)
Misalnya di India, pasar video games tumbuh pesat dalam beberapa tahun ini. Banyak perusahaan besar berinvestasi mengembangkan perusahaan e-sport dan promosi games pun semakin masif. Jumlah orang bermain games di India lebih besar dibandingkan populasi Uni Eropa dan AS. Acer merupakan perusahaan yang menggelar kompetisi e-sport bernama Acer Predator Gaming League di India. Red Bull dan OnePlus juga menggelar acara yang serupa.
Di Indonesia, e-sport juga berkembang pesat. Ketua Umum Indonesia E-sport Association (IESPA) Eddy Lim mengatakan, semakin hari semakin banyak orang yang mengetahui e-sport. Dia menjelaskan lima tahun lalu tidak ada asosiasi olahraga yang mau menerima e-sport.
“Seiring berjalan waktu, sampai sekarang e-sport sudah diterima oleh hampir semua induk cabang olahraga. Terlepas (masih ada dari) mereka tidak terima e-sport sebagai olahraga karena tidak banyak gerak,” ucapnya saat dihubungi KORAN SINDO kemarin.
Para orang tua pun sudah mengetahui jika e-sport sudah dianggap olahraga. Maraknya permainan games daring, baik di komputer maupun ponsel pintar, membuat hampir semua orang mempunyai peluang untuk menjadi atlet e-sport. Beberapa atlet e-sport Indonesia antara lain Kevin Susanto, Tobias Justin alias Jess No Limit, dan Hansel Ferdinand.
Mereka sudah malang melintang di kompetisi e-sport internasional. Beberapa kompetisi dunia, yakni The International, Fortnite World Cup Finals, M1 World Championship, dan PUBG Global Championship.
IESPA berusaha untuk mencari bakat-bakat dari berbagai daerah sejak usia dini. IESPA menyelenggarakan Smartfren IES Indonesia Championship. Kompetisi digelar selama 4-5 bulan di 21 provinsi. Kategori games yang dipertandingkan adalah PUBG Mobile, Dota 2, Mobile Legend, dan Autochess. (Baca juga: Diawali Jakarta, Deklarasi Koalisi Din Syamsuddin Dkk Terus Meluas)
“Itu adalah kompetisi nasional untuk amatir. Tujuannya, menjaring talenta-talenta baru. Selama ini e-sport yang dilihat pronya karena paling menarik. Pronya tidak akan jalan kalau dari generasi bawah tidak ada. Generasi bawah bisa muncul kalau ada event-event amatir. Kalau enggak event amatir, Anda jago juga enggak ketahuan,” tuturnya.
Eddy mengungkapkan salah satu pembinaan profesional yang pernah dilakukan itu pada saat persiapan Sea Games Manila 2019. Para atlet dikumpulkan di pelatnas. Mereka tidak hanya dilatih kemampuan games yang akan dipertandingkan. Asosiasi memberikan pendampingan psikolog dan gizi atlet diperhatikan. Setiap pagi para atlet melakukan olahraga fisik bersama instruktur profesional.
Belakangan muncul atlet-atlet e-sport top yang berasal dari daerah seperti Kalimantan Utara dan Aceh. Jakarta dan Pulau Jawa memang mendominasi pada saat awal-awal e-sport berkembang di Indonesia. Eddy membandingkan basket dan e-sport. Lapangan basket itu banyak di wilayah perkotaan.
Sedangkan orang-orang yang ingin menjadi e-sport tidak bergantung pada lapangan karena mereka bisa bermain di mana saja. “E-sport itu bicara komputer dan smartphone, sampai Nusa Tenggara Timur ada handphone. Jadi seakan-akan setiap orang mempunyai lapangan basket sendiri di kantong masing-masing. Semua orang punya kesempatan yang sama untuk latihan,” imbuhnya. (Baca juga: Duel Maut, Pemuda Ini Tewas di Jalan dengan Kepala Belakang Terbelah)
Kemudahan akses, gawai, dan iming-iming pendapatan besar membuat banyak anak muda ingin menjadi atlet e-sport. Eddy mewanti-wanti umur menjadi atlet e-sport itu tidak lama. Rata-rata di usia 27 tahun sudah dianggap tua dan kalah dari yang muda-muda. Ini yang sekarang sedang disosialisasikan IESPA kepada masyarakat Indonesia yang ingin terjun ke e-sport.
Sedangkan CEO Rex Regum Qeon (RRQ) Andrian Pauline mengatakan, perkembangan e-sport di Indonesia kian positif. Terlebih lagi setelah era smartphone yang makin canggih dalam beberapa tahun terakhir dan infrastruktur teknologi yang kian membaik.
“Tanpa kedua itu, enggak mungkin juga e-sports bisa tumbuh pesat dalam tiga tahun belakangan ini. Mulai dari segala lapisan bisa akses, dari kalangan yang naik mobil sampai becak bisa main. Walaupun sebenarnya e-sports ini sudah lama sejak ada komputer, internet, dan warung internet (warnet),” kata pria yang akrab disapa AP itu kepada KORAN SINDO kemarin.
Dia mengatakan, negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, China, hingga negara di Eropa dan Amerika sudah memandang e-sports sebagai jenis olahraga yang baru dan perlu didukung. Banyak manfaat dari olahraga tersebut. Selain bisnis, olahraga tersebut juga akan mendatangkan prestasi seperti olahraga lainnya. (Lihat videonya: Pelaku Ganjal ATM Babak Belur Dihakimi Massa di Banten)
Perkembangan ini sejalan dengan pesatnya pertumbuhan games daring di seluruh dunia. Terlebih lagi, pertumbuhan paling tinggi, khususnya di Asia Tenggara, adalah Indonesia. Populasi talenta dan bakat pemain e-sports di Indonesia lebih banyak, apalagi ini terkait juga bonus demografi dengan jumlah anak milenial atau muda yang lebih besar ketimbang negara tetangga.
Kendati begitu, AP menilai tantangan besar e-sports saat ini adalah semua menganggap e-sports sebagai industri yang sudah moncer. Padahal, upaya monetisasi masih sangat jauh. (Andika H Mustaqim/FW Bahtiar/Faorick Pakpahan)
Nilai ekonomi e-sport memang menjanjikan. Pada 2015 misalnya SuperData Research melaporkan industri e-sport telah menghasilkan pendapatan USD748,8 juta (Rp10,9 triliun). Asia menjadi pasar utama e-sport dengan pendapatan mencapai USD321 juta (Rp4,69 triliun). Kemudian pada 2018, pendapatan e-sport secara global bisa mencapai USD1,9 miliar (Rp27,8 triliun).
Bagaimana pada 2019? Laporan dan kajian Green Man Gaming menyatakan pertumbuhan global e-sport telah melebihi USD1 miliar (14,6 triliun) dengan jumlah penonton mencapai lebih dari 443 juta orang di seluruh dunia. Itu menunjukkan e-sport sudah memiliki lebih banyak penonton dibandingkan American Footbal. Pada 2020, jumlah penonton e-sport mencapai 645 juta orang. Jika ditotal selama tiga tahun, pendapatan e-sport sudah mencapai USD2,3 miliar (Rp33,7 triliun). Itu berarti lebih baik dibandingkan Formula 1 dan Liga Champions.
Ian McGregor dari Green Man Gaming mengungkapkan, e-sport menjadi fenomena dengan ledakan dahsyat. “Industri e-sport sudah menarik perhatian. Banyak penggemarnya. Satu stadion bisa dipadati penonton e-sport,” kata McGregor, dilansir Forbes. (Baca: Masuk di Grup E, Indonesia Tampil di Piala Dunia FIFA 2020)
Sementara pasar e-sport di Eropa dalam laporan terbaru konsultan ekonomi global, Deloitte, menyatakan sudah mencapai 240 juta euro (sekitar Rp4,15 triliun) dengan potensi meraih 670 juta euro (Rp11,6 triliun) pada 2023. Jumlah penonton e-sport global telah mencapai 380 juta orang dengan 86 juta orang berada di Eropa. Deloitte juga memprediksi pertumbuhan pasar e-sport akan meningkat 23% pada lima tahun mendatang dengan jumlah penonton mencapai 105 juta orang.
Manajer Kelompok Bisnis Deloitte Sam Boor mengatakan, e-sport menarik banyak investasi dari klub sepak bola dan investor dengan alasan yang prospektif. “Penonton e-sport didominasi anak muda dan konsumen yang paham teknologi,” katanya.
E-sport juga memberikan harapan bagi para pemainnya. League of Legends Championship Series dan League of Legends Champions Korea menawarkan gaji bagi para pemainnya. Namun, saat ini banyak pemain e-sport lebih memilih bermain secara online streaming karena bisa mengatur jadwalnya sendiri. Mereka juga bisa mengikuti turnamen internasional dengan hadiah mencapai USD10 juta (Rp146,3 miliar) bagi pemenangnya. Mereka pun bisa meraih stabilitas keuangan.
Apalagi banyak permainan e-sport kerap ditayangkan di YouTube dan Twitch secara langsung. Mereka juga bisa mendapatkan sponsor dengan transaksi yang menggiurkan. Menjadikan e-sport sebagai karier pun kini semakin menjanjikan.
Itu sangat kontras dengan masa lalu di mana jika ingin mendapatkan uang dari video games, maka orang harus membuatnya dan menjualnya. Tapi, kini dengan menjadi pemain e-sport justru menghasilkan banyak uang. Melansir E-sport Insider, kesempatan bekerja di sektor e-sport meningkat 185% pada semester pertama 2019 dibandingkan periode sama pada 2018. Itu menjadikan pasar e-sport pun tumbuh besar di Amerika Utara, Eropa, dan sebagian Asia. (Baca juga: Malaikat Agung Islam Dijadikan Nama Sepatu, Kanye West Dihujat)
Misalnya di India, pasar video games tumbuh pesat dalam beberapa tahun ini. Banyak perusahaan besar berinvestasi mengembangkan perusahaan e-sport dan promosi games pun semakin masif. Jumlah orang bermain games di India lebih besar dibandingkan populasi Uni Eropa dan AS. Acer merupakan perusahaan yang menggelar kompetisi e-sport bernama Acer Predator Gaming League di India. Red Bull dan OnePlus juga menggelar acara yang serupa.
Di Indonesia, e-sport juga berkembang pesat. Ketua Umum Indonesia E-sport Association (IESPA) Eddy Lim mengatakan, semakin hari semakin banyak orang yang mengetahui e-sport. Dia menjelaskan lima tahun lalu tidak ada asosiasi olahraga yang mau menerima e-sport.
“Seiring berjalan waktu, sampai sekarang e-sport sudah diterima oleh hampir semua induk cabang olahraga. Terlepas (masih ada dari) mereka tidak terima e-sport sebagai olahraga karena tidak banyak gerak,” ucapnya saat dihubungi KORAN SINDO kemarin.
Para orang tua pun sudah mengetahui jika e-sport sudah dianggap olahraga. Maraknya permainan games daring, baik di komputer maupun ponsel pintar, membuat hampir semua orang mempunyai peluang untuk menjadi atlet e-sport. Beberapa atlet e-sport Indonesia antara lain Kevin Susanto, Tobias Justin alias Jess No Limit, dan Hansel Ferdinand.
Mereka sudah malang melintang di kompetisi e-sport internasional. Beberapa kompetisi dunia, yakni The International, Fortnite World Cup Finals, M1 World Championship, dan PUBG Global Championship.
IESPA berusaha untuk mencari bakat-bakat dari berbagai daerah sejak usia dini. IESPA menyelenggarakan Smartfren IES Indonesia Championship. Kompetisi digelar selama 4-5 bulan di 21 provinsi. Kategori games yang dipertandingkan adalah PUBG Mobile, Dota 2, Mobile Legend, dan Autochess. (Baca juga: Diawali Jakarta, Deklarasi Koalisi Din Syamsuddin Dkk Terus Meluas)
“Itu adalah kompetisi nasional untuk amatir. Tujuannya, menjaring talenta-talenta baru. Selama ini e-sport yang dilihat pronya karena paling menarik. Pronya tidak akan jalan kalau dari generasi bawah tidak ada. Generasi bawah bisa muncul kalau ada event-event amatir. Kalau enggak event amatir, Anda jago juga enggak ketahuan,” tuturnya.
Eddy mengungkapkan salah satu pembinaan profesional yang pernah dilakukan itu pada saat persiapan Sea Games Manila 2019. Para atlet dikumpulkan di pelatnas. Mereka tidak hanya dilatih kemampuan games yang akan dipertandingkan. Asosiasi memberikan pendampingan psikolog dan gizi atlet diperhatikan. Setiap pagi para atlet melakukan olahraga fisik bersama instruktur profesional.
Belakangan muncul atlet-atlet e-sport top yang berasal dari daerah seperti Kalimantan Utara dan Aceh. Jakarta dan Pulau Jawa memang mendominasi pada saat awal-awal e-sport berkembang di Indonesia. Eddy membandingkan basket dan e-sport. Lapangan basket itu banyak di wilayah perkotaan.
Sedangkan orang-orang yang ingin menjadi e-sport tidak bergantung pada lapangan karena mereka bisa bermain di mana saja. “E-sport itu bicara komputer dan smartphone, sampai Nusa Tenggara Timur ada handphone. Jadi seakan-akan setiap orang mempunyai lapangan basket sendiri di kantong masing-masing. Semua orang punya kesempatan yang sama untuk latihan,” imbuhnya. (Baca juga: Duel Maut, Pemuda Ini Tewas di Jalan dengan Kepala Belakang Terbelah)
Kemudahan akses, gawai, dan iming-iming pendapatan besar membuat banyak anak muda ingin menjadi atlet e-sport. Eddy mewanti-wanti umur menjadi atlet e-sport itu tidak lama. Rata-rata di usia 27 tahun sudah dianggap tua dan kalah dari yang muda-muda. Ini yang sekarang sedang disosialisasikan IESPA kepada masyarakat Indonesia yang ingin terjun ke e-sport.
Sedangkan CEO Rex Regum Qeon (RRQ) Andrian Pauline mengatakan, perkembangan e-sport di Indonesia kian positif. Terlebih lagi setelah era smartphone yang makin canggih dalam beberapa tahun terakhir dan infrastruktur teknologi yang kian membaik.
“Tanpa kedua itu, enggak mungkin juga e-sports bisa tumbuh pesat dalam tiga tahun belakangan ini. Mulai dari segala lapisan bisa akses, dari kalangan yang naik mobil sampai becak bisa main. Walaupun sebenarnya e-sports ini sudah lama sejak ada komputer, internet, dan warung internet (warnet),” kata pria yang akrab disapa AP itu kepada KORAN SINDO kemarin.
Dia mengatakan, negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, China, hingga negara di Eropa dan Amerika sudah memandang e-sports sebagai jenis olahraga yang baru dan perlu didukung. Banyak manfaat dari olahraga tersebut. Selain bisnis, olahraga tersebut juga akan mendatangkan prestasi seperti olahraga lainnya. (Lihat videonya: Pelaku Ganjal ATM Babak Belur Dihakimi Massa di Banten)
Perkembangan ini sejalan dengan pesatnya pertumbuhan games daring di seluruh dunia. Terlebih lagi, pertumbuhan paling tinggi, khususnya di Asia Tenggara, adalah Indonesia. Populasi talenta dan bakat pemain e-sports di Indonesia lebih banyak, apalagi ini terkait juga bonus demografi dengan jumlah anak milenial atau muda yang lebih besar ketimbang negara tetangga.
Kendati begitu, AP menilai tantangan besar e-sports saat ini adalah semua menganggap e-sports sebagai industri yang sudah moncer. Padahal, upaya monetisasi masih sangat jauh. (Andika H Mustaqim/FW Bahtiar/Faorick Pakpahan)
(ysw)