Kaya Raya Karena Media Sosial

Sabtu, 29 Agustus 2020 - 06:22 WIB
loading...
Kaya Raya Karena Media Sosial
Kaya Raya Karena Media Sosial
A A A
JAKARTA - Media sosial kini menjadi mesin penghasil uang. Tak membutuhkan modal besar, hanya dengan unggahan video dengan topik menarik perhatian masyarakat, sudah bisa menambah pundi-pundi pemasukan. Dengan pertumbuhan pengakses platform media sosial yang mencapai 130% setiap tahun, media sosial jadi ajang mencari duit yang cukup menggiurkan. (Baca: Tahun Ini Dunia Begitu Sibuk Mengeksplorasi Ruang Angkasa)

Kehadiran platform media sosial seperti Facebook, Podcast, Instagram, dan YouTube yang mulai populer pada 2009 itu tak sekadar menjadi ajang seseorang bisa eksis di lingkungannya, tetapi juga menciptakan peluang menghasilkan uang. Meskipun banyak yang menjadikan media sosial hanya sebagai ajang eksistensi diri, tidak sedikit yang membuatnya sebagai mata pencarian utama. Media sosial bukan lagi sebagai alat untuk berkomunikasi atau berekspresi saja, tetapi bisa juga untuk menghasilkan pundi-pundi uang.

Tak ada yang menyangka seorang Justin Bieber menjadi terkenal lewat platform media sosial. Pada 12 tahun silam dia hanyalah remaja yang mencoba peruntungan lewat ajang pencarian bakat. Suami Hailey Baldwin itu menjadi terkenal saat lagu berjudul Baby diunggah di platform media sosial Youtube pada 2010 silam. Alhasil Justin pun menjadi tenar, tak hanya di jagat maya, tetapi juga di jagat nyata (off air). (Baca juga: Youtuber Asal Palembang Diamankan karena Prank Kurban sampah)

Dia memiliki lebih dari 20 miliar penonton (viewers) di kanal video berbagai miliknya. Dengan 54 juta pelanggan (subscriber), Bieber pun sukses meraup penghasilan hingga USD2,31 miliar (Rp33,35 triliun) sejak pertama kali aktif di Youtube pada 2007 silam.

Selain Justin Bieber, masih ada Daniel Middleton yang memiliki 21 juta subscriber. Berfokus pada konten yang mengulas tren game di kalangan anak-anak usia 5–10 tahun, Daniel mampu mengumpulkan pundi-pundi hingga USD16 juta atau sekitar Rp222 miliar per tahun.

Di Indonesia Baim Wong merupakan nama yang paling populer dengan jumlah subscriber mencapai lebih dari 13 juta. Pendapatan per bulannya pun diperkirakan hingga USD74.600 atau setara Rp1,2 miliar. Lewat konten berjudul Bapau (Baim Paula), berbagai konten yang diciptakan berhasil ditonton 1 juta orang per video. Bahkan di beberapa video lain dia mampu mendapatkan viewers (penonton) sebanyak 2 juta–4 juta lebih. (Baca juga: Pengamat Sebut Buzzer dan Influencer Benalu di Demokrasi)

Tidak jauh dari Baim, keluarga Raffi Ahmad dan Nagita Slavina juga aktif mengunggah konten di kanal berbagi miliknya, Podcast hingga konten kehidupan sehari-hari yang berhasil mencuri perhatian. Tidak aneh jika pendapatan yang dihasilkan dari platform media sosial milik keduanya mencapai USD713.000 atau Rp10,14 miliar.

Sementara itu magician yang kini merambah dunia hiburan Deddy Corbuzier juga ikut menuai rezeki dari kanal berbagi miliknya.

Sebelumnya komedian Raditya Dika sudah lebih dahulu mencatatkan namanya sebagai Youtuber pertama dengan jumlah subscriber mencapai lebih dari 2 juta pada 2018. Dari konten yang diciptakannya Raditya mendapatkan penghasilan mencapai USD46.400 atau setara Rp603 juta.

"Kalau ditanya pendapatan menjanjikan, pasti dan tidak bisa dimungkiri. Tapi karena fokus utama saya di TV, penghasilan dari Youtube bisa buat tabungan dan rencana lain," ungkap Raditya kemarin. (Baca juga: Bopong Senjata dan Radar Canggih, Pesawat F-16 TNI AU Semakin Garang)

Menurut Raditya, media sosial bisa dijadikan sebagai mata pencaharian utama. Namun dengan catatan tersendiri, yaitu harus serius membuat materi yang unik untuk mengundang viewers. Saat memulai aktivitas vlog pertamanya, Raditya melihat media sosial sebagai tren masa depan untuk berinvestasi. Maka wajar jika saat ini orang berbondong-bondong mengunggah berbagai macam video dan berlomba menjadi selebritas di media sosial.

Di Indonesia, lanjut dia, platform Youtube mampu mengumpulkan pundi-pundi uang senilai USD0,55 per seribu viewers. Nilai tersebut masih dikenai pajak penghasilan yang besarnya sesuai dengan penghasilan bulanan yang berhasil diraih.

"Jadi jika video mendapat 1 juta viewers, pendapatan yang bisa diperoleh USD550 atau sekitar Rp7 juta," ungkap Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Hestu Yoga Saksama. (Baca juga: 11 Ketua PAC PDIP yang Menolak Dukung Bobby Nasution Bakal Dipecat)

Hestu pun menjelaskan, masyarakat yang mendapatkan penghasilan dari media sosial wajib mendaftarkan diri untuk mendapatkan nomor pokok wajib pajak (NPWP) dan membayar angsuran pajak per bulan sesuai dengan PPh Pasal 25 karena mereka tergolong ke dalam orang pribadi (profesi) yang melakukan pekerjaan bebas dan dikenai pajak sebesar 0,5% dari penghasilan kotor setiap bulan.

Gita Savitri, misalnya, merupakan selebritas di media sosial yang memiliki penghasilan USD389–6.200 per bulan atau setara dengan Rp5,8 juta–94 juta. Adapun untuk penghasilan selama 1 tahun, Gita mendapatkan Rp70 juta–Rp1,1 miliar.

Jika Gita Savitri memiliki penghasilan Rp1,1 miliar per tahun dan metode pembayaran pajaknya PPh final 0,5%, pajak penghasilan yang harus dibayarkan sebesar Rp5.500.000.

"Masalah perpajakan Youtuber dan influencer ini terletak pada minimnya edukasi tentang besaran pajak yang harus disetorkan per tahunnya. Kita akan segera siapkan aplikasi atau perangkat yang memudahkan mereka menghitung pajak," paparnya. (Baca juga: Resmi, PM Jepang Shinzo Abe Mengundurkan Diri)

Tingginya penghasilan yang didapat seorang influencer atau profesi sejenis memengaruhi angka aksesibilitas terhadap platform media sosial sehingga semakin meningkat setiap tahun.

Pakar telematika yang juga mantan Menteri Pemuda dan Olahraga KRMT Roy Suryo mengingatkan, masyarakat yang ingin mendapatkan penghasilan dari media sosial tetap harus tunduk pada Undang-Undang (UU) Penyiaran.

“Sebab masih banyak ditemui konten di media sosial yang melanggar etika. Intinya soal keterbukaan versus kebablasan informasi. Karena sekarang banyak juga konten di media sosial yang tidak beretika, hanya mementingkan subscriber dan viewers saja," sebutnya. (Lihat videonya: Dua Kali Ditangkap Warga, Macan Tutul Jawa Dilepas Liarkan ke Habitatnya)

Roy pun menambahkan, UU Penyiaran saat ini harus mengikuti zaman karena kemajuan teknologi.

Sementara itu sosiolog Universitas Gajah Mada (UGM) Sunyoto Usman menilai, saat ini media sosial memang berfungsi sebagai alat komunikasi. "Atau yang lebih jauh bergeser sebagai alat narsis bagi golongan narcissim similarity, kalangan yang narsis lewat media sosial," jelasnya. (Aprilia S Andyna)
(ysw)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1700 seconds (0.1#10.140)